Cerita Asghar Ali Engineer tentang Nilai-nilai Filosofis Islam

ilustrasi gambar: google.com
Al-Qur’an yang diwahyukan kepada Nabi Muhammad mengajarkan prinsip keadilan ekonomi, sosial dan agama yang universal.
Kedatangan Islam merupakan sebuah revolusi yang selama berabad-abad telah berperan secara sangat signifikan dalam panggung sejarah kehidupan umat manusia. Tidak diragukan lagi, Islam telah menjadi penanda perubahan, bukan hanya dalam teologi, namun juga dalam sosial dan ekonomi. Namun demikian, setelah Nabi Muhammad meninggal, terjadi perebutan kekuasaan yang berorientasi pada kepentingan pribadi. Kemudian tampillah orang-orang yang menginginkan status quo, sehingga Islam menjadi hilang daya revolusionernya sampai sedemikian jauh. Kondisi ini ditambah dengan persinggungan antara Islam dan ilmu pengetahuan Yunani, yang selain membawa sejumlah keuntungan, juga menimbulkan dampak negatif. Persinggungan dengan pengetahuan Yunani ini mengakibatkan kalangan elit Islam semakin bersemangat untuk melakukan intellectual exercise yang bersifat spekulatf yang hanya menguntungkan bagian kecil elit intelektual.

Teologi Islam yang bersifat duniawi dan betul-betul spekulatif ini membagi masyarakat menjadi dua kelompok, yakni kaum teolog disatu pihak, dan masyarakat awam dipihak lain. Selanjutnya, Islam revolusioner itu menjadi hilang vitalitasnya. Sekolah-sekolah teolog dan hukum mulai menancapkan eksistensinya, dan bersamaan dengan itu, Islam tidak lagi mempedulikan masalah keadilan sosio-ekonomi. Umat Islam hanya menyisakan sedikit rasa peduli terhadap golongan yang lemah, dan lenyaplah elan vital keadilan Islam yang distributif hingga selanjutnya feodalisme tumbuh dengan suburnya.

Apa ciri yang menonjol dari teologi pembebasan (liberation theology)? Pertama, dimulai dengan melihat kehidupan manusia didunia dan akhirat. Keduan, teologi ini tidak menginginkan status quo yang melindungi golonagn kaya yang berhadapan dengan golongan miskin. Dengan kata lain, teologi pembebasan itu anti kemapaman (establishment), apakah itu kemapanan relijius maupun politik. Ketiga, teologi pembebasan memainkan peranan dalam membela kelompok yang tertindas dan tercabut hak miliknya, serta memperjuang kepentingan kelompok ini dan membekalinya dengan senjata ideologis yang kuat untuk melawan golongan yang menindasnya. Keempat, teologi pembebasan tidak hanya mengakui satu konsep metafisika tentang takdir dalam rentang sejarah umat Islam, namun juga mengakui konsep bahwa manusia itu bebas menentukan nasibnya sendiri. Sebenanya, teologi pembebasan ini mendorong pengembangan praksis Islam sebagai hasil tawar-menawar antara kebebasan manusia dan takdir, teologi pembebasan lebih menganggap keduanya sebagai pelengkap, daripada sebagai konsep yang berlawanan.

Ada kata-kata yang mendasar maknanya dalam Islam, yakni Allahu Akbar, Allah Maha Besar. Kalimat ini tidak boleh hanya dianggap sebagai doktrin teologis tentang supremasi Tuhan, namun juga sebagai prinsip yang revolusioner bahwa tidak ada seorang manusiapun yang dapat mengkalin dirinya sebagai yang paling superior diantara sesamanya. Kekuasaan tertinggi hanya ditangan Tuhan, bukan pada manusia. Tidak ada seorang manusiapun yang dapat menguasai manusia lain. Tidak ada seorang manusiapun yang boleh tunduk terhadap manusia lain. Seluruh manusia adalah sama, sehingga ketika bilal, seorang budak hitam yang dibebaskan mengumandankan adzan, Allhu Akbar, dia sebenarnya sedang mengproklamasikan bahwa tidak ada manusia, berkulit putih atau hitam, Arab atau non-Arab, Yahidi atau Nasrani, yang boleh mengklain lebih superior dibanding yang lainnya. Semua manusia sama kedudukannya dihadapan Allah [lihat Q.S. 49:13]. Sama halnya dengan konsep dasar tauhid yang bukan hanya menjadi doktrin metafisis, namun menjadi prinsip kesatuan seluruh umat manusia yang diciptakan Allah.

Al-Qur’an yang diwahyukan kepada Nabi Muhammad mengajarkan prinsip keadilan ekonomi, sosial dan agama yang universal. Allah melalu Nabi sebagai manusia pilihan-Nya, memerintahkan manusia untuk berlaku adil, karena ini lebih dekat pada taqwa [lihat Q.S. 5:8]. Para borjuisi atau kaum kaya tidak dibenarkan untuk hidup dalam kemewahan dengan mengekspliotasi kaum lemah, sedangkan orang-orang disekitarnya hidup dalam serba kekurangan dan kesusahan. Sudah menjadi kewajiban kaum kaya untuk menjamin kesejahteraan masyarakat miskin agar terjadinya keseimbangan sosial-ekonomi karena sesungguhnya dalam harta kaum kaya itu terdapat haknya kaum proleter [lihat Q.S. 51:19].

Bahkan, Allah memperbolehkan perang melawan ketidakadilan, zulm. Dia mengatakan bahwa kamu tidak diperbolehkan berperang, namun ketika kamu dianiaya, dieksploitasi, ditindas dan ketika hak-hakmu dirampas, mengapa kamu tidak melawan? Allah menyeru, ketika semua ini terjadi disekitarmu, dikotamu, dinegerimu atau dibumi ini, bagaimana mungkin kamu bisa membiarkan struktur sosial dan politik yang menindas ini? Dan bagaimana mungkin kamu akan mengaku sebagai hamba-Ku yang beriman? Jika kalian adalah hamba-hamba yang beriman, kalian harus menghapuskan penindasan [lihat Q.S. 4:75, 148 & Q.S 8:39]. Aku berjanji untuk menjadikan kalian yang lemah dan tertindas (mustad’ifin) sebagai pewaris bumi dan pemimpin dunia [lihat Q.S. 28:5].

Revolusi Islam tidak bukan hanya berusaha menghapuskan status quo yang tidak adil, namun juga mengangkat keududukan wanita. Wanita disebutkan memiliki kedudukan yang sama dengan laki-laki dan dikaruniai status sebagai individu seutuhnya yang berhak menentukan nasibnya sendiri, mempunyai hak penuh atas kekayaan, berhak mewarisi kekayaan orang tua dan juga suaminya, dapat berpartisipasi sepenuhnya dalam proses sosial, ekonomi dan politik. Islam mengangkat kedudukan wanita yang sebelumnya secara tradisional diperlakukan hanya sebagai objek seks. Islam mengakui peran aktif wanita terhadap, misalnya, jika suaminya dan memberinya hak untuk mengajukan gugatam cerai, jika suaminya tidak mampu melayani kebutuhan seksualnya [lihat Q.S. 2:228-229]. Laki-laki dan wanita adalah sepasang makhluk yang diciptakan-Nya secara kreatif; salah satu pihak tidak dapat dipisahkan dari yang lain, jauh dari ketidaksejajaran. Wanita, dengan cara apapun, tidak boleh diperlakukan sebagai makhluk yang lebih rendah.

0 comments