Khittah Perjuangan HMI: Sebuah Review

ilustrasi gambar: dokumentasi penulis


Oleh: MHD. Zakiul Fikri
Perjuangan merupakan peningkatan kualitas iman yang membentuk jati diri seorang muslim. Kegagalan dalam perjuangan bukanlah titik kehinaan dalam keimanan seseorang. Dan keberhasilan bukanlah titik kemuliaan keimanan.
PENDAHULUAN
Khittah Perjuangan HMI merupakan dokumen yang menggambarkan konsepsi ideologi sebagai upaya kader memberi penjelasan tentang cara pandang HMI mengenai semesta eksistensi yang wajib diakui, kebenaran yang wajib diperjuangkan, jalan hidup yang wajib dijunjung tinggi, cita-cita yang perlu diraih, dan nilai-nilai yang mengikat atau menjiwai kehidupannya secara individual dan sosial. Muatan Khittah Perjuangan merupakan penjabaran konsepsi filosopis; azas, tujuan, usaha, dan independensi.

BAB I AZAS
1.  Keyakinan Muslim
Keyakinan merupakan dasar dari setiap gerak dan aktivitas hidup manusia. Tiap-tiap sistem keyakinan memiliki konsepsi tersendiri dalam mengantarkan pengikutnya pada pemahaman dan kepercayaan terhadap Tuhan. Pertama, sistem keyakinan empiris atau ilmiah yang obyeknya didasarkan pada sesuatu yang nyata. Kelemahannya, sistem keyakinan ini tidak dapat menjelaskan sisi di luar indrawi. Kedua, sistem keyakinan yang didasarkan pada dokrin literal. Dalam sistem ini dinyatakan bahwa kebenaran adalah sesuatu yang telah jadi secara sempurna dan harus diterima tanpa perlu menyadarinya terlebih dahulu (dokma).  Dalam ajaran Islam tidak hanya diajarkan konsep keyakinan empiris dan dokma. Islam mengajarkan konsepsi keyakinan yang disebut tauhid. Konsepsi tauhid mengajarkan bahwa Allah SWT adalah Zat Yang Maha Esa, sebab dari segala sebab dalam rantai kausalitas. Ajaran tauhid membenarkan bahwa manusia dibekali fitrah (berupa akal) yaitu suatu potensi ilmiah untuk memilah haq dan bathil (kebenaran dan kesalahan) secara sadar.
2.  Wawasan Ilmu
Pada mulanya manusia dilahirkan tidak memiliki pengetahuan tentang sesuatu apapun, lalu Allah memberikan pendengaran, penglihatan, dan perasaan (hati nurani) agar kita kembali pada tujuan diciptakan-Nya, yakni beribadah dan bersyukur kepada Allah SWT [Q.S. 16 : 78].
Pendengaran, penglihatan, dan perasaan di satu sisi merupakan potensi dan di sisi lain adalah alat pengetahuan bagi manusia. Islam meyakini bahwa sumber pengetahuan adalah Allah, alam semesta, rasio, al-Qur’an dan Sunnah. Tujuan ilmu adalah kebenaran. Dalam Islam ilmu merupakan satu kesatuan pengetahuan tentang Tuhan, alam, dan manusia. Dari sini lahirlah tauhid, kealaman, dan sosial.
3.  Wawasan Sosial
Wawasan sosial merupakan pengetahuan ataupun ilmu yang ada dalam ide ataupun yang pernah terjadi. Ada yang membagi dimensi wawasan sosial ini kedalam dimensi private dan publik. Artinya, ada yang meyakini aspek individu yang utama (primer). Anggapan ini di satu sisi menimbulkan sikap apatis dan di sisi lain menyebabkan munculnya keserakahan yang berujung pada eksploitasi atas orang lain. Ada pula keyakinan yang menemukan keutamaan aspek sosial. Pandangan ini mengakibatkan terabaikannya kepentingan pribadi (individu). Selain itu, juga dapat menyebabkan kediktatoran yang memaksa tatanan sosial sesuai dengan kemauannya. Jika kedua aspek ini terjadi, maka dapat mengakibatkan kematian sosial sehingga apatis menjadi wajar.
Islam menolak kedua aspek di atas. Juga menolak ungkapan, ‘manusia dapat hidup tanpa orang lain’ dan ‘manusia membutuhkan orang lain’. Islam memandang kemasyarakatan merupakan ciri yang tak dapat dipisahkan dari kepribadian manusia. Manusia memiliki hak dan kewajiban individu (pribadi) dan sosial (bersama) yang merupakan satu kesatuan.
4.  Kepemimpinan
Pemimpin memiliki arti orang yang mampu mempengaruhi orang lain. Dengan dimuatnya konotasi ‘ke’ di depannya maka memuat arti memiliki tujuan. Islam memandang bahwa hubungan masyarakat bukanlah hubungan antara individu dengan masyarakat yang saling bertentangan, menindas, dan eksploitatif. Individu dan masyarakat terikat dalam sistem yang sama. Memiliki orientasi dalam sistem yang sama lewat pola kerja yang beragam, dari sini muncul istilah Islam bersaudara. Dalam Islam dikenal istilah rahmatan lil ‘alamin, dimana kehadiran seorang muslim adalah sebagai nikmat, bukan bencana. Kepemimpinan bukan alat yang untuk diperebutkan. Kepemimpinan adalah untuk membangun tatanan masyarakat yang diridhoi Allah SWT. Pemimpin bertanggungjawab terhadap diri sendiri dan orang banyak.
5.  Etos Perjuangan
Etos berarti semangat yang dalam Islam merupakan cerminan gerak iman seorang muslim. Iman yang bukan hanya seberapa banyak sholat dikerjakan, bukan seberapa banyak zakat yang dikeluarkan, haji yang ditunaikan, dan puasa yang dijalankan. Namun, seberapa lama dan kuat berjuang (istiqamah) mewujudkan kebenaran dalam masyarakat [Q.S. 5 : 35]. Perjuangan seorang muslim dimulai dari lahir hingga mati, dari lingkungan dirinya hingga masyarakat. Perjuangan merupakan peningkatan kualitas iman yang membentuk jati diri seorang muslim. Kegagalan dalam perjuangan bukanlah titik kehinaan dalam keimanan seseorang. Dan keberhasilan bukanlah titik kemuliaan keimanan.
6. Hari Kemudian
Hari kemudian atau hari pembalasan yang mengandung makna sebagai hari pertanggungjawaban manusia (pengadilan) beserta balasannya berupa syurga ataukah neraka. Hari kemudian memberikan gambaran kepada manusia bahwa dalam setiap mengambil tindakan mesti berpikir dahulu. Karena semua itu akan dipertanggungjawabkan di akhirat kelak. Dalam Islam orientasi kehidupan manusia tidak hanya dunia namun juga berorientasi pada kehidupan akhirat.

BAB II TUJUAN
Penerimaan konsep keilahian dimana Allah adalah ilah manusia dan sekalian alam, berkonsekwensi tujuan hidup pun harus sejalan dengan keilahian tersebut. Hakikatnya hidup adalah usaha menuju kesempurnaan jawaban atas pertanyaan ‘siapa manusia itu?’ artinya, manusia yang mencari jawaban adalah manusia yang ‘hidup’. Hanya pada sisi Allah SWT jawaban itu dipenuhi secara menyeluruh. Namun demikian manusia tidak bisa menemukan jalan mencari jawaban pada sisi Allah SWT tanpa terlebih dahulu menemukan jawaban dari manusia lainnya dan alam sekitarnya. Konsep hidup lebih dikenal dengan ‘perjuangan nilai’. Lewat ‘perjuangan nilai’ akan lahir jawaban-jawaban dalam dua bentuk proses, yaitu ‘pilihan dan kesadaran’. Manusia yang mendapat jawaban dari proses ini kan lebih tidak mudah goyah dalam menghadapi pertanyaan-pertanyaan berikutnya. Kekuatan ini akan mengecilkan kemungkinan keputusasaan seorang manusia dalam hidupnya.
Semua hal di atas berlaku bagi mahasiswa-mahasiswa Islam. Standar kapasitas mahasiswa adalah awal tujuan dari jama’ah di lingkungan mahasiswa. Pada akhirnya terukir sebuah teks tujuan yang berbunyi, ‘Terbinanya mahasiswa Islam menjadi insan ulil albab yang turut bertanggungjawaba atas terwujudnya tatanan masyarakat yang diridhai oleh Allah SWT’.
1.  Hakikat Tujuan HMI
Tujuan organisasi dalam anggaran dasar mencerminkan dua bentuk usaha organisasi dalam gerakannya yaitu usaha organisasi HMI atas pembentukan individu dan usaha organisasi HMI atas pembentukan masyarakat. Dua bentuk usaha ini menjadi tanggungjawab organisasi secara langsung.
Frasa ‘Terbinanya mahasiswa Islam menjadi insan ulil albab…’ menempatkan HMI sebagai organisasi perkaderan. Frasa ‘… yang turut bertanggungjawab atas terwujudnya tatanan masyarakat yang diridhai oleh Allah SWT’  sama maknanya dengan istilah ‘Baldhatun thayyibatun wa rabbun ghaffur’ yang menempatkan HMI sebagai organisasi perjuangan.
2.  Hakikat Perkaderan dan Perjuangan
Perkaderan HMI merupakan upaya peningkatan kualitas anggota-anggotanya dengan memberikan pemahaman ajaran dan nilai kebenaran Islam. Hakikat perjuangan HMI adalah kesungguhan melaksanakan ajaran Islam pada kehidupan masyarakat secara bertahap dan konsisten. HMI pada hakikatnya bukanlah organisasi massa dalam pengertian fisik atau politik. Melainkan wadah atas pendidikan dan alat perubahan.

BAB III USAHA
Tujuan adalah sebuah pegangan, umat Islam memiliki syahadat yang berfungsi sebagai dasar dan tujuan atas proses hijrah kediriannya. Prosesi hijrah merupakan pembuktian atas syahadat yang telah diikrarkan. Atas dasar inilah Allah berfirman bahwa umat yang berhijrah adalah umat yang sebenar-benarnya beriman [Q.S. 8 : 74 & Q.S. 49 : 15]. Meninggalkan sesuatu yang tidak diperkenankan oleh Allah menuju jalan yang ditunjuk oleh Allah SWT adalah inti dari hijrah tersebut. Perubahan sikap diri dari tingkatan muslim, mukmin, dan akhirnya muttaqin harus terlihat dari sikap keseharian.
1.    Amar Ma’ruf, bermakna menyampaikan kebenaran adalah sebuah sikap untuk menunjukkan bahwa ‘saya telah bersyahadat dan kamu sekalian harus mengetahui bahwa syahadat adalah titik keberangkatan atas sebuah keimanan, maka bersyahadatlah’. Ikrar tanpa penyampaian adalah sebuah syahadat yang tak ber-ADA dalam diri umat Islam.
2.    Nahi Munkar, secara harfiah berarti mencegah kemungkaran, menghindari diri dan lingkungannya dari orientasi-orientasi hidup dan prilaku yang tidak diridhai oleh Allah SWT. Dengan membawa kedamaian dan keadilan bagi alam semesta.
3.    Pembentukan Individu, hijrah sebagai ikhtiar harus dimulai dari diri sendiri. Al-Qur’an menyebutkan beberapa standar  yang dapat dibentuk pada tiap insan; diantaranya mu’abbid (tekun beribadah), mujahid (semangat juang yang tinggi), mujtahid (berijtihad), dan mujadid (pembaharu).
4.    Pembentukan Masyarakat, interaksi membentuk sebuah komunitas (masyarakat). Kewajiban yang melekat pada kaum mukmin untuk menjaga (menyelamatkan) umat beriman.

BAB IV INDEPENDENSI
Sebagai hamba sekaligus sebagai khalifah yang mengemban amanah, manusia dikaruniakan kemerdekaan atau kehendak bebas oleh Allah SWT. Kemerdekaan tersebut mengandung konsekwensi pertanggungjawaban.
1.  Sifat Independensi HMI
HMI menjadikan sikap independensi sebagai sikap yang mewarnai gerak hidup organisasi HMI dari waktu ke waktu. Pernyataan ini merupakan ketetapan organisasi yang disebut dalam Anggaran Dasar HMI. Bunyi pernyataan dalam pasal tersebut adalah: ‘organisasi ini bersifat independen’. Independensi HMI tersebut merupakan pernyataan sikap memihak dan memperjuangkan nilai kebenaran, dan akhirnya semata-mata menggantungkan diri kepada Allah SWT dalam segala urusan. HMI menolak semua nilai kebathilan dan menolak segala bentuk kerjasama dengan pihak-pihak yang menghidupkan kemungkaran di muka bumi.
HMI tidak menjadi bawahan (underbouw) organisasi lain. HMI tidak membuat ikatan organisatoris dalam bentuk permanen dengan pihak lain (individu atau organisasi) yang menetapkan aturan main yang lebih tinggi dan mengikat HMI secara organisatoris.
Independensi HMI sangat dimungkinkan, bahkan amat strategis, mengingat anggota-anggotanya adalah para mahasiswa muslim. Mahasiswa muslim adalah bagian dari umat yang memiliki dua karakteristik utama, yaitu kepemudaan dan keintelektualan.
2.  Sikap Independensi Kader HMI

Sikap-sikap anggota HMI yang mencerminkan bahwa mereka adalah kader dari organisasi yang bersifat independen merupakan derivasi dari karakteristik Ulil Albab yang menjadi cita insan HMI. Beberapa sikap terpenting adalah cenderung kepada kebenaran (hanief), merdeka, kritis, jujur, progresif, dan adil.

0 comments