ilustrasi gambar: wikihow.com
Oleh:
MHD. Zakiul Fikri
Kalau ditelisik ke belakang–secara historis–konsepsi IMB dan Amdal lahir dari tekad bersama untuk menciptakan akses sumber daya yang berkeadilan; baik sesama generasi (intragenerational equity principle) maupun antar generasi (intergenerational equity principle).
Pemberitaan yang Beredar
Kementerian Agraria dan
Tata Ruang (ATR) atau Badan Pertanahan Nasional (BPN) berencana menghapuskan
Izin Mendirikan Bangunan (IMB) dan juga Analisis Mengenai Dampak Lingkungan
(Amdal). Hal ini dilakukan untuk mendorong masuknya investasi.
Menteri ATR/Kepala BPN Sofyan Djalil mengatakan, penghapusan IMB dan Amdal akan
dimasukan ke dalam Rencana Detail Tata Ruang (RDTR). Hal ini dimungkinkan
terdapatnya kesamaan substansi yang diatur di dalam kedua dokumen ini. Demikian
pula dengan Amdal.
Pemerintah berdalih dengan
telah dikeluarkannya Peraturan Menteri Kehutanan dan Lingkungan Hidup Nomor 24
Tahun 2018 tentang Pengecualian Kewajiban Menyusun Analisis Mengenai Dampak
Lingkungan Untuk Usaha Dan/Atau Kegiatan yang Berlokasi di Daerah
Kabupaten/Kota yang Telah Memiliki RDTR, maka peluang penyederhanaan perizinan
melalui penghapusan Amdal terbuka lebar.
Beberapa waktu kemudian,
setelah mencuat kritik terhadap isu penghapusan IMB dan Amdal itu. Pemerintah,
lewat Menteri ATR/Kepala BPN, menyatakan bahwasanya rencana tersebut masih
didiskusikan di kalangan pemerintah. Jadi, belum di lanjutkan pada tahap
kebijakan. Namun, bagaimanapun juga
wacana sudah terlanjur dilontarkan ke muka publik. Oleh sebab itu, tetap
menarik untuk dikaji. Lebih-lebih, kajian terhadap wacana penghapusan IMB dan
AMDAL itu dilihat dari kacamata folosifis hukum. Apakah substansi wacana itu
dapat mewujudkan tujuan hukum; mengadanya keadilan, kemanfaatan, kepastian,
yang bermuara pada kebahagiaan sosial secara berkelanjutan?
Apa Izin itu?
Izin (Belanda: vergunning),
menurut Kamus Istilah Hukum Fockema Andrea, lazimnya disyaratkan tertulis
dan hanya terkait pada syarat-syarat untuk melindungi kepentingan hal yang oleh peraturan
dilarang. Lebih jauh, izin menurut N.M. Spelt dan J.B.J.M. ten Berge ialah suatu persetujuan dari
penguasa berdasarkan undang-undang atau peraturan pemerintah, untuk dalam
keadaan tertentu menyimpang dari ketentuan-ketentuan larangan
perundang-undangan. Izin dalam arti seperti itu dapat dipahami bahwa suatu pihak tidak dapat
melakukan sesuatu kecuali diizinkan. Artinya, kemungkinan untuk seseorang tertutup
kecuali diizinkan oleh pemerintah. Dengan demikian, pemerintah mengikatkan
perannya dalam kegiatan yang dilakukan oleh orang atau pihak yang bersangkutan.
Izin dalam praktiknya menjelma dalam rupa keputusan yang dikeluar
pejabat eksekutif berwenang. Istilah keputusan (Belanda: beschikking) dalam bahasa Indonesia sering
diartikan sebagai surat keputusan, ketetapan, dan dalam UU tentang Peradilan
Tata Usaha Negara (PTUN) disebut Keputusan Tata Usaha Negara (KTUN). Ia merupakan suatu perbuatan hukum publik
bersegi satu, dilakukan oleh alat pemerintah (eksekutif) berdasarkan wewenang istimewa
dengan maksud terjadinya perubahan hubungan hukum. Singkat kisah, larangan adalah kunci diterbitkannya
izin. Jika tidak lagi ada norma larangan dalam peraturan perundang-undangan.
Maka, dengan sendirinya izin tidak lagi diperlukan.
IMB
dan Amdal Ditiadakan, Mungkinkah?
Kalau ditelisik ke belakang–secara historis–konsepsi IMB dan Amdal lahir
dari tekad bersama untuk menciptakan akses sumber daya yang berkeadilan; baik
sesama generasi (intragenerational equity principle) maupun antar
generasi (intergenerational equity principle). Tekad ini mulai tumbuh
sejak beberapa dekade terakhir. Setidaknya dalam skala global, sekitar tahun
1960-an silam orang-orang mulai sadar bahwa pertumbuhan populasi dan meningkatnya
kuantitas aktivitas manusia merupakan suatu keniscayaan. Di satu sisi hal ini
merupakan anugrah, tapi di sisi lain dapat memberi dampak negatif yang tidak
sedikit bagi keseimbangan ekosistem kehidupan.
Dalam konteks populasi, misalkan, semakin banyaknya jumlah penduduk mau tidak
mau akan berdampak pada semakin banyak pula energi dan tempat ditinggalkan yang
dibutuhkan. Akibatnya, akan terjadi pembukaan lahan atau pengadaan bangunan dan/atau
usaha untuk memenuhi kebutuhan tersebut. Dunia akan dihadapkan pada sesaknya
tempat dan sedikitnya akses. Belum lagi, aktivitas-aktivitas yang dilakukan
setiap orang dalam memenuhi kebutuhan energinya kadangkala tiada disadari atau
pun secara sadar memberikan dampak yang buruk terhadap kuantitas dan kualitas
cadangan energi yang baik.
Apabila hal di atas dibiarkan terjadi begitu
saja, maka bukan tidak mungkin bila ikhtiar mewujudkan tekad agar terciptanya akses sumber daya yang berkeadilan bagai jauh panggang
dari api. Itu sebabnya kemudian lahir mekanisme izin lewat IMB dan Amdal. IMB
sendiri merupakan perizinan yang diberikan oleh pemerintah
daerah kecuali untuk bangunan gedung fungsi khusus oleh Pemerintah kepada
pemilik bangunan gedung untuk membangun baru, mengubah, memperluas, mengurangi,
dan/atau merawat bangunan gedung sesuai dengan persyaratan administratif dan
teknis yang berlaku. Sementara, Amdal adalah kajian
mengenai dampak penting suatu Usaha dan/atau Kegiatan yang direncanakan pada
lingkungan hidup yang diperlukan bagi proses pengambilan keputusan tentang
penyelenggaraan Usaha dan/atau Kegiatan. Amdal ini merupakan
satuan dari dokumen izin lingkungan, yang terdiri dari beberapa dokumen,
seperti; Kerangka Acuan, Andal, dan RKL-RPL.
Berdasar hal di atas maka
sesungguhnya IMB dan Amdal merupakan mekanisme yang diperuntukkan sebagai media
pengawasan (controlling) terhadap aktivitas kegiatan memenuhi kebutuhan
energi yang dilakukan oleh seorang (rechtperson) atau badan hukum (naturlijke
person). Selain itu, mekanisme tersebut juga diperuntukkan sebagai instrumen
preventif sekaligus represif pemerintah.
Preventif dalam arti
usaha pemerintah untuk mencegah terjadinya kerusakan terhadap baku mutu energi
yang akan menghalangi terciptanya akses sumber daya yang berkeadilan. Kemudian,
instrumen refresif dalam arti pemerintah dapat menghentikan suatu kegiatan yang
secara ilmiah telah berdambak buruk terhadap kuantitas dan kualitas energi. Hal
itu dapat dilakukan dengan cara menunda, mencabut dan/atau membatalkan berlakunya
izin. Sesuai dengan asas yang berlaku terhadap beschikking yakni contrarius
actus.
Melihat peran dan keberadaannya yang amat penting, maka wacana penghapusan merupakan Tindakan keliru yang dilakukan pemerintah. Meskipun ditemukan praktik rezim birokrasi administrasi dalam sektor IMB dan Amdal yang masih buruk. Tetap saja, kebijakan penghapusan bukan berarti merupakan solusi yang bijaksana. Praktik hukum itu harus dilihat secara holistik, bukan sekadar substansi normatif-birokrasinya saja yang disoroti. Juga, aktor-aktor di lapangan dan teknologi atau alat-alatnya perlu pula diperhatikan.
0 comments