Dilema Pilpres, ‘Peran Central Media Massa’

sumber gambar: kasadar.com


...ada artikel media berjudul ‘Prabowo Presiden, Indonesia kembali ke zaman otoriter!’ atau ‘Jokowi Presiden, jadilah kita negara boneka!’, artikel-artikel itu memiliki data dan referensi kuat yang dapat meyakinkan para pembacanya sampai-sampai memunculkan pertanyaan ‘aku harus pilih siapa? Toh keduanya sama saja!’. Situasi ini dikhawatirkan oleh para kaum pergerakan dapat mengganggu paradigama rakyat dalam menentukan pemimpin yang akan dipilihnya nanti.
Situasi politik di Negara Indonesia sekarang menjadi sorotan utama, pemberitaannya datang silih berganti tiada henti. Bahkan beberapa diantara berita tersebut menjadi bahan diskusi panas tiap-tiap kelembagaan kampus di Universitas terutama bagi mereka sebagai aktivis mahasiswa. Berita yang menjadi tofik panas itu merupakan isu-isu negatif terhadap calon presiden yang sudah begitu ramai tersebar dikalangan masyarakat tanah air. Hal ini bukanlah persoalan perkembangan perpolitikan semata yang diamati setiap saat berubah, melainkan sifatnya yang provokatif sehingga mengundang stigma terhadap dua calon presiden yang akan bertarung secara demokratis pada tanggal 9 Juli mendatang.
Beberapa konfigurasi provokatif berita tersebut misal ada artikel media berjudul ‘Prabowo Presiden, Indonesia kembali ke zaman otoriter!’ atau ‘Jokowi Presiden, jadilah kita negara boneka!’, artikel-artikel itu memiliki data dan referensi kuat yang dapat meyakinkan para pembacanya sampai-sampai memunculkan pertanyaan ‘aku harus pilih siapa? Toh keduanya sama saja!’. Situasi ini dikhawatirkan oleh para kaum pergerakan dapat mengganggu paradigama rakyat dalam menentukan pemimpin yang akan dipilihnya nanti.
Berangkat dari fenomena tersebut, menjadi suatu urgensi bagi kita semua untuk melihat kembali bagaimana hakikat media massa sebenarnya sebagai salah satu pilar penting dalam berlangsungnya pemilihan umum yang demokratis ini. Ada tiga peran penting media massa yang harus kita pahami kembali dengan harapan dapat mendatangkan paradigma baik terhadap rakyat dalam menentukan pilihannya di pemilihan umum presiden mendatang.
Pertama, independensi media massa. Kita tidak dapat mengpungkiri pengaruh besar paradigma masyarakat datangnya dari media massa, namun untuk mewujudkan independensi media massa saat ini terasa sulit. Hal itu tidak terlepas dari persoalan kepemilikan media massa oleh individu-individu tertentu. Salah satu contoh adalah media massa televisi, yang setiap hari menjadi sahabat favorit di rumah. Pada awalnya kepemilikan televisi dibiayai dan dikelolah oleh negara, seiring berjalannya perkembangan zaman mulai hadir beberapa media televisi dimana kepemilikan dan biayanya bukan oleh negara yang sering kita kenal dengan televisi swasta. Beberapa ahli menyebutkan bahwa kepemilikan konglomerasi media menentukan kontrol media, dan pada akhirnya menentukan seperti apa isi media tersebut. Namun, sudah seharusnya media massa yang status kepemilikannya adalah swasta, tetap mengutamakan independensinya supaya dapat menjadi pengawas demokrasi yang baik. Juga agar dapat menyuguhkan berita yang faktual tanpa diatur atau ditekan oleh pihak manapun.
Kedua, media massa sebagai alat propaganda. Propaganda didalam Kamus Besar Bahasa Indonesia adalah pemahaman atau pendapat yang benar atau salah yang dikembangkan dengan tujuan meyakinkan orang agar menganut suatu aliran, sikap, atau arah tindakan tertentu. Didalam teori komunikasi dikenal sebuah teori propaganda, dimana media massa adalah powerfull dan berpengaruh pada masyarakat atau publik yang menjadi konsumennya. Media massa berupaya mengajak para konsumennya dengan cara menyajikan berita yang secara otomatis jika dikonsumsi apalagi secara rutin akan membawa pemikiran pengonsumsi agar sama seperti yang dikehendaki media tersebut. Oleh sebab itu, sangat diharapkan supaya media massa dapat memberikan berita-berita positif tentang kedua calon kepada masyarakat agar pandangan masyarakat tetap baik terhadap pemimpin yang bakal dipilih nanti.
Ketiga, media massa sebagai pembentuk  opini masyarakat. Kebaradaan media massa begitu dekat dengan masyarakat, bahkan fungsinya hampir sama dengan makanan yang sudah menjadi kebutuhan pokok bagi setiap individu. McLuhan mengatakan, setiap media komunikasi mempunyai gramatika. Gramatika merupakan aturan kerja yang erat hubungannya dengan gabungan indera (penglihatan, sentuhan, suara, penciuman dan lain sebagainya). Jadi, seberapa sering masyarakat mengonsumsi media massa hingga perlahan-lahan merubah paradigma mereka oleh media massa yang setiap waktunya mereka serap, dan akhirnya tanpa disadari pemikirannya sudah dikendalikan oleh opini yang merupakan pembentukan dari media massa tersebut. Maka dari itu perlunya media massa dalam menyebarkan informasi yang sifat dan tujuannya demi kepentingan masyarakat umum sehingga menghadirkan positif opinion terhadap masyarakat dalam upaya pembentukan paradigma yang baik dengan harapan dapat menghadirkan keyakinan terhadap masyarakat dalam menentukan pilihannya tanggal 9 Juli nanti.

0 comments