Upaya Pelestarian Lingkungan Hidup Melalui Pendidikan Islam

ilustrasi gambar: google.com



Oleh : MHD. Zakiul Fikri
Ada dua konsep pendidikan Islam yang dikembang sejak dulu sampai sekarang. Pertama disebut, konsep dasar. Ini merupakan landasan filosofis yang tak pernah berubah dan tak akan berubah selama-lamanya. Kedua, konsep operasional  atau desain operasional. Konsep ini senantiasa diubah dan diperbaharui sesuai dengan bidang studi, ruang lingkup, tempat, waktu dan sebagainya, di  mana pendidikan Islam itu dilakukan.
Bab 1 Pendahuluan
Masalah lingkungan hidup bukan hal baru, melainkan sama tuanya dengan bumi kita ini, yang menurut perkiraan para ahli, usianya sekitar 5 (lima) milyar tahun.[1] Al-qur’an, sebagai satu-satunya kitab suci paling orisinil saat ini, mencatat banyak perubahan yang terjadi berkenaan dengan lingkungan hidup di masa silam. Misalnya, banjir besar yang pernah melanda umat Nabi Nuh yang dijelaskan dalam Q.S. Hud [11] : 40, topan Nabi Nuh dapat disebut bencana lingkungan hidup yang teramat besar dalam sejarah kehidupan manusia. Selain itu masih ada beberapa peristiwa lainnya yang dijelaskan dalam Al-Qur’an seperti misalnya tentang bobolnya bendungan Ma’rib di Yaman yang tercantum dalam Q.S. Saba’ [34] : 15-20.[2]
Sesuai dengan sunnah Tuhan alam yang diciptakan-Nya selalu berubah-ubah, namun di masa lampau belum mendapat perhatian dunia internasional secara mereta dan cepat karena terbatasnya alat komunikasi.[3] Namun, peristiwa alami ini belum memberikan dampak yang negative secara universal terhadap kehidupan di muka bumi ini. Setelah datang periode modern yang ditandai dengan pecahnya revolusi industri di Inggris (1750-1790) sampai sekarang, permasalahan lingkungan hidup semakin menonjol dan menjadi topik pembicaraan yang utama di negara-negara maju seperti Jerman, Perancis, Amerika Serikat, dll. Perhatian dunia terhadap lingkungan hidup agar lestari, tidak tercemar, rusak, dsb, senantiasa meningkat dari waktu ke waktu khususnya paruh kedua dari abad ke-20 ini. Munculnya fenomena penyakit minamata yang menyerang manusia dan hewan serta penyakit itai-itai di Jepang merupakan salah satu dampak lingkungan hidup di era modern. Pada tahun 1968 Jepang secara resmi menyatakan bahwa penyebab kedua penyakit tersebut ialah karena tercemarnya air laut di Teluk Minamata.[4]
Kota Los Angelos tahun 1950-an diselimuti kabut asap. Setelah diteliti oleh para ahli ternyata asap tersebut berasal dari mesin mobil dan cerobong pabrik.[5] Masih banyak lagi peristiwa lainnya, salah satunya kandungan CO2 di atmosfer cenderung meningkat, sejalan dengan meningkatnya konsumsi dunia akan bahan bakar fosil.[6]
Berbagai fakta diatas menunjukan bahwa kehadiran teknologi yang membuat hidup kita lebih mudah dan lebih nyaman bukanlah tanpa resiko ekologis. Tidak berlebihan bila dikatakan bahwa teknologi itu menawarkan madu dan sekaligus racun untuk kita.[7]
Di negara-negara berkembang maslah lingkungan tidak kalah penting dibandingkan dengan negara maju, namun kasusnya tentu tidak sama. Di negara berkembang yang menjadi penyebabnya adalah limbah rumah tangga dan kotoran manusia. Pencemaran ini berakibat munculnya penyakit muntah berak. Melihat kerusakan yang denikian parah maka lebih dari 500 ilmuwan dari seluruh dunia bertemu dalam konferensi  Paris 2 pada awal tahun 2007. konferensi tersebut mengeluarkan 3 hasil:[8]
1.    Kerusakan dan pencemaran lingkungan telah mencakupi darat, laut, bahkan manusia, tumbuhan dan hewan.
2.    Manusia bertanggung jawab atas kerusakan dan pencemaran ini karena polutan berbahaya yang diproduksinya.
3.    Mmasih ada kemungkinan untuk kembali ke ambang batas normal karbon dalam atmosfer yaitu dengan mengambil tindakan yang tepat dan berhenti mencemari atmosfer.
Sebenarnya puncak dari kesadaran akan perlunya melestarikan lingkungan hidup dengan di adakannya oleh Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) konferensi pertama mengenai lingkungan hidup di Stockholm, Swedia pada tanggal 5 Juni 1972. Tanggal ini kemudian dijadikan sebagai “hari lingkungan hidup se-dunia”.[9] Kemudian lahirlah lembaga Internasional untuk lingkungan hidup pada tingkat PBB yang bernama United Nasions Environment Programme (UNEP).[10]
Meskipun para ahli berbeda pendapat mengenai sebab terjadinya kerusakan, namun tak ada yang membantah bahwa manusia adalah salah satu penyebab kerusakan alam itu. Sebagaimana yang telah di nyatakan dalam Q.S. Ar-Rum [30] : 41. Jika memang demikian, maka masalahnya sekarang ialah: bagaimana menyadarkan mereka supaya tidak lagi melakukan tindakan yang salah itu, dan dengan penuh kesadaran mereka berhenti dari perbuatan tersebut, sehingga ekosistem menjadi aman dan lestari. Pembahasan ini hanya akan difokuskan pada upaya melestarikan lingkungan hidup lewat pendidikan Islam.[11]

Bab 2 Pendidikan Islam dan Lingkungan Hidup
Ada dua konsep pendidikan Islam yang dikembang sejak dulu sampai sekarang. Pertama disebut, konsep dasar. Ini merupakan landasan filosofis yang tak pernah berubah dan tak akan berubah selama-lamanya. Kedua, konsep operasional  atau desain operasional. Konsep ini senantiasa diubah dan diperbaharui sesuai dengan bidang studi, ruang lingkup, tempat, waktu dan sebagainya, di  mana pendidikan Islam itu dilakukan.[12]
Tulisan ini hanya akan membahas konsep dasar saja dari pendidikan Islam tersebut. Paling tidak ada enam komponen pokok yang dijadikan acuan dasar dalam pendidikan Islam, yaitu:[13]
1)   Tauhid
Term ‘tauhid’ berasal dari bahasa Arab yang berarti “mengesakan”. Demikian orang yang bertauhid disebut orang yang meyakini keesaan Tuhan. Para ahli memberikan batasan tauhid, yakni “suatu ilmu dan pengakuan tentang keesaan Allah dengan sifat-sifat kesempurnaan dan kebesaran yang dimiliki-Nya serta hanya mengabdi (beribadah) khusus kepada-Nya”.[14]
Tauhid ialah meyakini dengan sepenuhnya bahwa Allah Maha Esa dari segala aspeknya, ertinya hanya Dia sendiri saja yang mempunyai apa yang ada pada-Nya. ‘Ada’, misalnya, salah satu sifat Tuhan yang utama. Meskipun makhluk juga dapat disebut ‘ada’, namun ‘ada’ yang dimiliki Tuhan sangat berbeda dari ‘ada’ yang dipunyai makhluk karena keber-‘ada’-an Tuhan bersifat mutlak; artinya Dia ada dengan sendiri-Nya, tidak bergantung ke pihak lain diluar diri-Nya, tidak berawal dan tidak pula berakhir, atau apa yang disebut dengan qidam dan baqa. Sebalinya wujud makhluk bersifat nisbi: ia terwujud karena diciptakan, dari itu keberadaannya sangat tergantung kepada faktor-faktor di luar dirinya, seperti alam sekitarnya atau disebut juga lingkungan hidupnya. Ekosistem alam tersebut akan berakhir manakala lingkungannya tidak mendukung lagi. Dari kenyataan itu jelas terlihat bahwa Tuhan memang benar-benar Ahad (Esa) sedangkan makhluk tidak. Begitulah semua nama atau sifat makhluk yang pada lahirnya tampak mirip dengan yang ada pada Tuhan, namun pada hakikatnya antara keduanya terdapat perbedaan yang amat prinsipal. Keyakinan akan ke-Esaan Tuhan yang mutlak serupa itulah yang hendak dibina oleh pendidikan Islam.[15]
Beberapa hadits mengatakan:[16]
“Dari ‘Ubaid bin Abi Rafi’ dari bapaknya, dia berkata: saya melihat Rasul Allah SAW Adzan di telinga Hasan bin ‘Ali ketika ia baru dilahirkan Fatimah seperti Adzan sholat.”
Dalam Hadits lain,[17]
“Rasulullah berkata: Barang siapa yang dikaruniai seorang bayi, hendaklah ia bacakan adzan di telinga kanannya dan iqamat di telinga kirinya agar ia tidak diganggu setan” H>R> Ibnu Al-Sunni.
Bahkan materi pertama dan utama yang ditanamkan Luqman kepada putranya sebagaimana diinformasikan Al-Qur’an ialah ‘tauhid’ seperti dinyatakan di dalam Q.S. Luqman [31] : 13-15.[18]
Seorang bertauhid harus memiliki tiga kriteria pokok yaitu tashdiq, ikrar dan amal. Tashdiq: mempercayai sepenuh hati seluruh rukun iman yang enam itu; sementara ikrar: pengakuan secara formal dengan ucapan lidah akan keesan Allah dan Nabi Muhammad utusan-Nya, atau apa yang disebut dengan mengucapkan dua kalimah syahadat. Dan amal ialah mengamalkan ajaran-ajaran tauhid di tengah masyarakat, baik untuk kepentingan dirinya, maupun orang banyak, inilah yang disebut dalam ilmu tauhid dengan: [19]
“Iman ialah membenarkan dengan hati, mengikrarkan dengan lidah dan mengamalkan ajaran tauhid itu dengan seluruh anggota badan.”
2)   Fitrah
Banyak pendapat mengatakan bahwa fitrah merupakan naluri manusia untuk mengimani Allah dan beragama Islam. Al-Maraghi menafsirkan Q.S. Ali-Imran [3] : 30 dengan: “Sesungguhnya Allah telah menciptakan manusia dengan fitrat-Nya itu cenderung kepada mentauhidkan-Nya dan meyakini-Nya”. Lebih lanjut ia menyatakan, bahwa fitrah itu tak akan berubah (menyimpang-pen), kecuali oleh ajaran dan didikan yang datang dari luar seperti pembinaan yang diberikan oleh orang tua, guru dll.[20] Konsep fitrah yang diajarkan Islam ini boleh jadi yang mengilhami lahirnya aliran konvergensi di dalam dunia pendidikan umum yang dipelopori oleh William Stern.[21] Fitrah yang condong kepada mentauhidkan Allah inilah yang hendak dibina oleh pendidikan Islam dalam upaya melestarikan lingkungan hidup.[22]
3)   Keseimbangan
Konsep keseimbangan yang dimaksud ini ialah sikap yang tidak berat sebelah antara pendidikan agama dengan pendidikan umum. Al-Qur’an dalam surat Al-Qasas [28]: 77 mengatakan, “Dan carilah bekal untuk kehidupan akhirat didalam karunia yang telah dianugerahkan Allah kepadamu, dan [sebaliknya] jangan kamu lupakan keuntungan dirimu dari [nikmat] dunia. Berbuat baiklah, sebagaimana Allah telah berbuat baik kepadamu...” untuk lebih memperjelas kandungan ayat itu, Nabi menerangkannya dalam sebuah hadits, “Barang siapa yang menginginkan [kebahagiaan di] dunia maka ia harus mempelajari ilmu [duniawi]; barang siapa menginginkan [kebahagiaan di] akhirat maka ia harus mempelajari ilmu [ukhrawi]; dan barang siapa menginginkan [kebahagiaan di] kedua tempat itu sekaligus, maka ia harus mempelajari kedua ilmu tersebut”.[23]
Konsep keseimbangan yang dikemukakan itu membuka pintu selebar-lebarnya bagi upaya melestarikan lingkungan hidup melalui jalur pendidikan Islam.[24]
4)   Serasi
Konsep ini berkaitan dengan materi ajar. Artinya materi pelajaran dan acara penyampaiannya harus cocok dengan tingkat perkembangan jiwa serta kecerdasannya. Inilah yang disebut dengan ‘serasi’. Konsep ini sangat penting dalam proses belajar mengajar sebab keberhasilan suatu pendidikan dapat dinilai dari penguasaan si anak didik terhadap pelajaran yang diberikan kepadanya. Dalam sebuah hadits diakatan: “Rasulullah telah bersabda: Kami, khususnya para Nabi diperintahkan agar menempatkan manusia sesuai dengan posisi mereka, dan berbicara kepada mereka sesuai dengan kemampuan daya serap akal mereka” (H.R. Abu Bakar bin Syahir dari ‘Umar).[25]
Didalam hadits lain dikatakan:[26] “Telah meriwayatkan kepadaku Abu Thahir dan Harmalah bin Yahya mereka berkata: telah meriwayatkan kepada kami Ibn Wahab, dia berkata telah meriwayatkan kepadaku Yunus dari Ibn Syihab dari Abdullah bin Abdullah bin ‘Utbah bahwa abdullah bin Mas’ud berkata: telah bersabda Nabi SAW: Tidaklah kamu berbicara pada suatu kaum tentang suatu yang tidak sampai akal mereka kecuali hal itu akan menjadi fitnah bagi sebagian mereka”. (H.R. Muslim}.
5)   Sepanjang umur
Konsep pendidikan sepanjang umur 9life long education) merupakan salah satu konsep pendidikan Islam yang penting karena konsep ini memberikan pengertian bahwa manusia harus selalu dalam pendidikan selama hidupnya. Dalam kaitan ini Nabi bersabda: “Tuntutlah ilmu pengetahuan sejak dari ayunan sampai kamu wafat”.(H.R. Ibn Abd Barr)[27]
Konsep ini cocok sekali dengan upaya melestarikan lingkungan hidup sebab lingkungan hidup memang harus senantiasa dijaga sepanjang umur agar daya dukungnya tidak berkurang dan kualitasnya tidak menurun.[28]
6)   Demokrasi
Islam memberikan kebebasan untuk memperoleh ilmu kepada siapa saja yang berminat tanpa membedakan status sosial seseorang. Bahkan orang di luar agama Islam pun diberi kesempatan untuk mempelajari agama Islam dan memasuki pendidikannya seperti ditegaskan-Nya dalam surat at-Taubah [9]: 6, “Dan jika seorang diantara orang-orang musyrikin itu meminta perlindungan kepadamu, Maka lindungilah ia supaya ia sempat mendengar firman Allah, kemudian antarkanlah ia ketempat yang aman baginya. Demikian itu disebabkan mereka kaum yang tidak mengetahui”.[29]
Keterbukaan itu tidak hanya dari segi pengajaran melainkan juga dari sudut sumbernya. Artinya Islam mengajarkan kepada umat manusia untuk menerima kebenaran dari manapun datangnya. Inilah makna yang terkandung dalam ucapan Nabi, “Tuntutlah ilmu sekalipun di negeri Cina”. (H.R. al-Baihaqi). Prinsip ini kemudian dikembangkan oleh Ali bin Abi Thalib, ia mengatakan, “Perhatikanlah isi pembicaraan seseorang, jangan lihat siapa dia”.[30] Konsep ini cocok diterapkan karena kajian dan teori-teori tentang lingkungan banyak berasal dari mereka yang bukan Islam seperti di negara-negara maju di Barat.[31]
Telah dijelaskan bahwa yang dimaksud dengan lingkungan hidup dalam tulisan ini ialah lingkungan hidup manusia. Jadi ruang lingkup pembahasan ini bersifat antroposentris, artinya segala kegiatan yang berkenaan dengan pengelolaan dan kajian lingkungan itu ditinjau dari kepentingan manusia.[32] Darimanakah kita mendapatkan oksigen dan makanan, kalau bukan dari hewan dan tumbuhan? Inilah yang dimaksud dengan firman Tuhan dalam Q.S. Shad [38]: 27, “Tidak kami ciptakan langit dan bumi dan yang terletak diantara keduanya sia-sia”. Dalam firman lain dikatakan tepatnya dalam Q.S. Al-Baqarah [2]: 29, “Dia-lah Allah, yang menjadikan segala yang ada di bumi untuk kamu dan Dia berkehendak (menciptakan) langit, lalu dijadikan-Nya tujuh langit dan Dia Maha mengetahui segala sesuatu”. Ayat ini menjelaskan bahwa segala sesuatu yang ada di bumi diciptakan-Nya untuk manusia, bukan sebaliknya. Sungguh ironis jika tangan-tangan manusia tega mengekspliotasi alam lingkungannya secara tidak manusiawi, dan disisi lain keberlangsungan hidupnya amat tergantung kepada kelestarian ekosistem atau hubungan timbal balik antara manusia dan makhluk-makhluk yang lain itu.[33] Manusia yang tidak mampu menggunakan akal pikirannya untuk melestarikan lingkungan hidup atau mereka yang akal pikirannya di dominir oleh nafsu jahat tidak ubahnya seperti hewan, sebagaimana firman Tuhan dalam Q.S. Al-A’raf [7]: 176 dan 179, dan Q.S. Al-Furqan [25]: 43-44.[34]
Jadi konsep dasar lingkungan itu menjelaskan kepada kita bahwa hidup manusia tergantung sekali kepada lingkungannya, tanpa itu manusia tak bisa hidup. Oleh karena itu untuk menjaga kelanjutan hidup manusia tersebut, maka lingkungan harus dibenahi sebaik-baiknya.

Bab 3 Ajaran Islam Tentang Lingkungan Hidup
Ada dua hal pokok yang diajarkan Islam berkenaan dengan lingkungan hidup, yaitu:
A.             Sumber Daya
Yang dimaksud dengan sumber daya disini ialah segala sesuatu yang dibutuhkan oleh manusia dari lingkungannya untuk mempertahankan kelangsungan hidupnya. Ada sumber daya alam dan ada sumber daya hewani. Semua itu diciptakan Tuhan untuk kesejahteraan dan kebahagiaan manusia sebagaimana yang jelaskan dalam Q.S. Al-Baqarah [2]: 29.[35] Tuhan menjelaskan tentang sumber daya ini dalam Q.S. Ibrahim [14]: 32 dan 33, An-Nahl [16]: 5, 10-11 dan 14, Qaf [50]: 9 dan 11, Luqman [31]: 10, Al-An’am [6]: 38, 99 dan 141, Shad [38]: 27.[36] Dari semua ayat ini juga dijelaskan tentang hubungan antara manusia dengan 4 jenis sumber daya yang amat vitasl bagi kehidupannya yaitu air, tanah, hewan dan tumbuh-tumbuhan. Tumbuhan dimakan hewan, hewan dimakan manusia. Manusia, hewan, tumbuh-tumbuhan adalah sub-sub sistem dari sistem lingkungan hidup yang saling berkaitan. Bila salah satu sub macet karena rusak, misalnya, maka sub yang lain akan terganggu dan tak mustahil akan menghancurkan keseluruhan sistem kehidupan.[37]
B.             Bimbingan Dalam Mengelola Alam
Semua sumber daya di alam raya ini diciptakan Tuhan untuk manusia sebagai perwujudan dari kasih sayang-Nya kepada kita semua. Tapi, semua nikmat itu hanya merupakan hak pakai. Sedangkan manusia tidak berkuasa atas alam . itulah sebabnya Tuhan meminta manusia agar senantiasa berperilaku baik, sopan dan kasih sayang kepada alam lingkungan dan sesekali jangan merusaknya supaya kehidupan mereka tidak terganggu demi meraih kehidupan yang bahagia di dunia dan di akhirat.[38]
Pendidikan Islam mengajarkan bahwa ada tiga dimensi yang harus diperhatikan : ketuhanan, kemanusiaan dan ekologis (lingkungan hidup). Dimensi ketuhanan terletak di sudut puncak, sementara dua dimensi lainnya ditempatkan sejajar pada dua sudut dibawahnya. Maka akan berbentuk seperti segitiga sama sisi atau disebut dengan tringle arrangement.[39]
Tuhanlah yang berkuasa mutlak dan pencipta jagat raya beserta isinya. Dialha yang mengaturnya melalui hukum alam atau sunnahtullah yang diciptakan-Nya. Adapun manusia dan lingkungan hidup adalah subsistem di antara suprasistem alam semesta. Oleh karena itu kedudukan keduanya sama di bawah Tuhan, yaitu sama-sama makhluk-Nya, karenanya diletakkan sejajar di bawah Tuhan. Dengan demikian, manusia tak merasa dirinya mempunyai wewenang mutlak untuk mengeksploitasi alam semesta sesuka hatinya tanpa mengindahkan aturan dan ajaran Tuhan serta ketentuan undang-undang yang berlaku.[40]

Bab 4 Melestarikan Lingkungan Hidup Melalui Pendidikan Islam
A.             Implikasi Pendidikan Tauhid
Pendidikan tauhid yang dimaksud di sini tak sekedar mengajarkan teori keesaan Allah melainkan lebih dari itu: menanamkan sejak dini ke dalam diri peserta didik ajaran-ajaran tauhid serta rasa keimanan yang tinggi dan mendalam.[41]
Pendidikan tauhid merupakan salah satu sarana untuk menyadarkan umat bahwa kehidupan di dunia ini adalah tempat bercocok tanam untuk dipetik buahnya kemudian. Dengan ungkapan lain, tanpa dunia, tidak akan mungkin kita meraih kebahagiaan di akhirat nanti. Selain itu pendidikan tauhid juga memberikan tuntunan bahwa semua yang dilakukan oleh manusia di dunia ini akan dipertanggungjawabkan kelak di muka pengadilan Tuhan.[42] Firman Tuhan dalam Q.S. At-Takatsur [102]: 8, “Sungguh akan diminta pertanggungjawaban kalian tentang nikmat yang telah dianugerahkan”. Kesadaran akan tanggungjawab seperti itu akan mendorong untuk senantiasa berbuat baik, baik terhadap diri sendiri, keluarga, maupun masyarakat umum. Dengan demikian manusia akan selalu menjaga lingkungan hidupnya agar kualitasnya tidak menurun dan daya dukungnya dapat dipertahankan. Ia percaya bahwa memelihara lingkungan berarti suatu perbuatan baik dan merusak lingkungan merupakan perbuatan tercela yang dilarang Tuhan. Orang yang bermental seperti ini akan selalu ingat bahwa Tuhan memantau terus-menerus setiap apa saja yang dikerjakannya, baik pekerjaannya itu dilakukan secara terang-terangan, maupun secara sembunyi.[43] Tentang ini Tuhan berfirman dalam Q.S. Al-Baqarah [2]: 33 dan 284, Al-Ahzab [33]: 54.[44]
B.             Pendidikan Akhlak
Secara etimologis kata “akhlak” berasal dari bahasa Arab yang berarti perangai, tabi’at, adat dan sebagainya. Baik dan buruk tergantung pada tata nilai yang dipakai sebagai landasannya. Lihat firman Tuhan Q.S. Asy-Syu’ara [26]: 137, dan Q.S. Al-Qalam [68]: 4. Dalam istilah agama, term “akhlak” berkonotasi lebih dalam dan luas dibandingkan dengan term “etiket” dan “moral”. Hal itu disebabkan karena “akhlak” merupakan kata jami’, artinya kata yang mencakup segala aspek dari bentuk batin seseorang, atau dapat juga disebut profil watak yang tersembunyi di dalam diri. Sedangkan etiket, moral, adab, budi pekerti, sopan santun dan sebagainya merupakan manifestasi dari akhlak yang tertanam dalam diri.[45]
Tujuan pendidikan akhlak: melahirkan “insan kamil” atau “manusia yang utuh lahir batin”. Untuk mencapai tujuan itu, secara vertikal, seseorang harus berhubungan terus-menerus dengan Allah, dan secar horizontal harus menjalin hubungan dengan sesama manusia dan lingkungan hidupnya.[46]
C.             Pendidikan Akal
Pendidikan akal yang dimaksud disini ialah menuntun dan mengembangkan daya pikir manusia berdasarkan Al-Qur’an dan Hadits.[47] Paling tidak ada dua alsan pokok, mengapa Islam mementingkan pendidikan akal. Pertama, bersifat dogmatis, yakni berasal dari Al-Qur’an dan Hadits seperti yang tersebut dalam Q.S. Al-Hajj [22]: 46, “Maka apakah mereka tidak berjalan di muka bumi, lalu mereka dapat memahami alam dengan hati dan mendengar dengan telinga...”. diantara hadits yang mendorong berpikir ialah kisah mu’adz yang ketika ia hendak diutus oleh Rasulullah ke Yaman. Rasulullah bertanya kepadanya dengan apa ia akan memutus suatu perkara jika tidak ada penjelasannya dalam Al-Qur’an dan Sunnah Rasulullah (Hadits), Mu’adz menjawab ia akan menggunakan akalnya.[48]
Alasan kedua bersifat rasional. Pendidikan akal secara de jure telah mulai sejak wahyu pertama turun, tapi secara de facto baru dapat menjadi kenyataan beberapa tahun kemudian sebagaimana diisyaratkan di dalam hadits Mu’adz diatas. Ayat-ayat permulaan Surat Al-‘Alaq yang merupakan wahyu pertama itu menyuruh membaca, apa yang dibaca? Pada ayat selanjutnya Tuhan “Yang menciptakan manusia dari segumpal darah”. Sambungan ayat ini memberikan isyarat kepada manusia agar membaca proses penciptaan diri mereka mulai dari segumpal darah. Jelas, yang sanggup membaca proses yang abstrak seperti itu ialah akal. Karenanya tidaklah salah bila disebut bahwa ayat ini meminta manusia agar menggunakan akal pikirannya untuk memikirkan proses kejadian manusia dan alam ini.[49]
Pendidikan akal adalah salah satu komponen pendidikan Islam yang amat penting dan perlu digalakkan, kalau kita memang ingin maju dan berkembang. Dalam hal ini tidak terkecuali permasalahan lingkungan hidup. Artinya pengelolaan dan pembinaannya harus ditangani secara rasional yang berorientasikan Al-Qur’an (Quranic oriented).[50]

Bab 5 Kesimpulan dan Saran
Kesimpulan:
1.    Lingkungan hidup manusia saat ini telah sampai pada tingkat yang mengkhawatirkan; dari itu perlu segera dicarikan jalan untuk menyelamatkannya.
2.    Yang menjadi kendala utama dalam menyelamatkan lingkungan hidup ialah kurangnya kesadaran umat akan perlunya pelestarian lingkungan hidup. Dalam hal ini pendidikan Islam dapat dijadikan prototipe untuk pemecahannya.
3.    Tanpa pendidikan agama teramat sukar untuk menumbuhkan kesadaran lingkungan dalam diri manusia. Oleh karenanya pendidikan tersebut harus ditanamkan sedini mungkin ke dalam diri peserta didik dan berlangsung secara berkesinambungan seumur hidup.

Saran:
1.    Kiranya pendidikan lingkungan dapat dijiwai dengan pendidikan Islam pada semua bidang studi (materi) pelajaran lingkungan hidup.
2.    Pendidikan Islam hendaklah diberikan sejak dini dan secara terpadu dengan materi pendidikan lingkungan hidup.
3.    Tak kurang pentingnya memberikan contoh dan teladan dalam upaya melestarikan lingkungan hidup.

3 comments