UII; Simbol Kekritisan Jogja nan Santun


(Ilustrasi Gambar: google.com)



UII adalah mitra kritisnya kekuasaan, bukan lawannya. Lebih jauh, UII adalah karib kritisnya negara.
Persoalan nasional Indonesia beberapa waktu terakhir memprihatinkan. Misal ya, mulai dari perkara SKS (Sistem Kebut Sepekanan) terhadap pengesahan deretan RUU yang oleh beberapa penganalisa memiliki kecacatan hukum, kebohongan-kebohongan publik para pejabat dan politisi, pengrusakan baku mutu lingkungan hidup secara tersistematis dan berkelanjutan, serta segala macam persoalan lainnya (termasuk isu tali ban, Anti-NKRI, makar, serta "Saya Indonesia, Saya Pancasila"). Kompleks sudah nasib masalah di negeri ini.
Kita pun, sebagai manusia, maklum bagaimana capeknya (atau mungkin lagi mabuk alias teler) para tokoh nasional di pusat dalam menghadapi suasana tersebut. Karenanya, peristiwa plonga-plongo (kebingungan), keterburu-buruan, kesan akan asal-asalan dalam mengambil kebijakan menjadi sukar dihindarkan. Sebab 'capek,' atau buruk-buruknya lagi teler, maka besarlah pengaruhnya terhadap konsentrasi pekerjaan dan produksi hasil dari pekerjaan tersebut. Itulah sekelumit, yang barangjadi, penyebab fenomena akhi-akhir ini terjadi.
Fenomena tersebut menggugah renung batin orang yang masih peduli akan nasib baik negeri ini, baik rakyat Indonesia umumnya dan dunia kampus khususnya, untuk mengambil langkah. Langkah ini harus diartikan sebagai 'penyengat' agar konsentrasi para tokoh nasional yang sebelumnya buyar kembali tercerahkan. Namun, tampak tidak semua kita searti dengan makna 'penyengat' ini. Ada pula yang memaknainya sebagai 'perusuh', 'perusak', 'penghancur', dan bahkan 'pembunuh'. Arti ini terutama dijangkiti oleh para elit pusat yang sedang tak fokus.
Sayangnya makna skeptis 'penyengat' oleh kalangan tokoh nasional ditularkan pula ke dalam batang tubuh kampus-kampus yang dapat mereka kooptasi atau yang mengkooptasikan dirinya. Dampaknya, terciptalah teler berjamaah di kalangan kampus. Yang terjadi kemudian, kampus yang semestinya menjadi tempat pencerah dan penyemai segala persoalan kebangsaan. Kini, jadi malah ikut dalam kelamnya dogma kekuasaan yang sedang mabuk.
Bung, meskipun beberapa kampus memilih bungkam akan persoalan kebangsaan dewasa ini. Tetap saja, ada kelompok 'kecil' yang memberi warna. Yang membangkitkan lagi pandangan optimis bahwa ruang akademis yang kritis itu belum pudar. Kampus itu salah satunya, UII. Satu dari sekian kampus tertua di Indonesia, yang didirikan oleh para Founding Fathers Republik Indonesia beberapa waktu sebelum proklamasi tahun 1945 dikumandangkan.
Anda jangan pikir UII sedang 'cari panggung' karena adanya term 'kecil' yang kami tulis di atas ya. Tidak bung, sekali pun tidaklah demikian. UII sudah besar, so tak lagi perlu mencari-mencari ruang untuk kebesarannya. Kalau mau lebih mengenal pergulatan sejarah peran UII terhadap perjuangan, mempertahan, serta dalam mengisi kemerdekaan republik ini, silahkan membaca buku-buku atau artikel sejarah tentangnya (titik). Jadi, term 'kecil' ini maksudnya bagaimana? Yakni kelompok yang memilih berbeda dari yang umumnya terjadi. Yang berdiri di atas sikap independensi iman dan kesadaran intelektualnya. Layaknya kelompok kecil yang dikisahkan dalam Al-Qur'an Surah 3:104.
UII adalah kelompok kecil yang sedang menunaikan tugas pengabdiannya, yang kali ini, selaku 'penyengat'. Sebagai 'penyengat' UII tentu saja tampil dengan ciri khasnya, yaitu KKS (kritis, konstitusional, dan santun). Tiga hal itu merupakan penjabaran dari nilai Islam dan Keindonesiaan yang telah mengakar sejak ia masih di rahim sebelum lahir 74 tahun silam. Dengan demikian apakah tindakan UII dalam menyikapi isu nasional dapat diartikan memberontak terhadap kekuasaan yang ada saat ini?
Apakah anda sudah membaca kebijakan-kebijakan yang dibuat UII mengenai peristiwa nasional akhir-akhir ini? Misalkan terkait aksi #GejayanMemanggil yang oleh kebanyakan kampus di Jogja memilih untuk tidak terlibat dengan mengorbitnya surat dari masing-masing institusi. UII lewat Surat Edaran Rektor No. 2669/Rek/10/SP/IX/2019 dengan tegas menyatakan mendukung aksi tersebut.
Apakah UII hendak merongrong kekuasaan elit nasional karena tindakan itu? Apakah UII tersusupi Taliban yang tengah marak dibicarakan? Atau UII sendiri yang sudah menjadi Taliban sehinga jangan-jangan aksi tersebut disusupi oleh UII? Eits, tunggu dulu bung. Pertanyaan-pertanyaan ini adalah wujud ahistori dan bertentangan dengan ciri khas KKS serta nilai yang diamini UII. Lihat dulu isi Surat Edaran Rektor tersebut. Empat poin utama yang disampaikan dalam surat itu diantaranya; 1) dukungan ini sebagai bentuk kepedulian terhadap persoalan kebangsaan serta ikhtiar menyuarakan aspirasi melalui berbagai kanal konstitusional, 2) tidak melarang mahasiswa untuk aksi selama tidak melanggar hukum, 3) melakukan kajian terlebih dahulu secara matang sebelum aksi, dan 4) percaya kepada organisasi keluarga mahasiswa UII untuk mengawal jalannya aksi. Dan bila kesemua poin tersebut tak terpenuhi, UII melarang keterlibatan mahasiswanya terhadap aksi.
     Lihat, asik bukan caranya UII? Memang begitulah UII. Dia akan tetap menjadi simbol kekritisan Jogja nan santun. Singkirkan dikte-dikte anda soal UII adalah kampus makar, misalkan, atau apalagi kampus taliban, kalau ada misalnya ya. Tentu saja tidak bung, UII bukanlah kampus kelompok makar dengan segudang agenda yang hendak merongrong kekuasaan nasional saat ini. Sebab UII adalah mitra kritisnya kekuasaan, bukan lawannya. Lebih jauh, UII adalah karib kritisnya negara. Sebagai mitra atau karib, biar UII menjalankan tugasnya. Agar, insha Allah, jalannya roda kenegaraan tetap balance dan para elit nasional dapat tersadar bila masanya mereka oleng kek yang akhir-akhir ini terjadi.
     Oh ya, sejujurnya di UII ada banyak tali ban lo. Yap, tali ban motor, tali ban sepeda, dan tali ban mobil. Gitu ya. Terakhir, saudara-saudara kita di Ambon sedang menghadapi masa-masa sulit dengan adanya peristiwa gempa bumi. UII sudah membuka ruang donasi untuk membantu suadara-saudara kita di sana. So, bagi bung-sarinah, sahabat-sahabati, ikhwan-akhwat, Immawan-Immawati atau kando-yundo sekalian yang hendak berkontribusi bolehlah menghubungi langsung pihak kampus. Mari bersama-sama do'akan dan sertakan kontribusi terbaik untuk saudara kita di Ambon, dan untuk negeri ini umumnya.

1 comments