Oleh:
MHD. Zakiul Fikri
Mahasiswa seharusnya segera mengambil tindakan agar persoalan-persoalan politik yang merugikan bangsa dan negara ini dapat segera dirubah kearah yang semestinya sehingga para wakil rakyat bisa menjalankan tugas-tugasnya dengan baik dan bijaksana.Perbincangan dunia politik di Indonesia memang tidak pernah habis, belum lama selesainya persoalan sengketa Pilpres, RUU Pilkada serta Walk Outnya Partai penguasa dalam sidang pengesahaan RUU Pilkada, kini muncul persoalan politik baru yang tak kalah hebat dibandingkan yang pernah terjadi sebelumnya. Persoalan itu berupa terbelahnya parlemen republik ini menjadi dua kubu yang saling berlawanan. Pemerintahan yang terbelah atau dalam istilah asing dikenal dengan devided government merupakan suatu titik pencapaian dimana pemerintah tampak gagal dalam menjalankan fungsinya sebagai pengemban amanah dari jutaan rakyat Negeri Kepulauan ini. Keadaan yang sungguh miris sekali, terutama bagi rakyat Indonesia yang menjadi bagian dari korban politikus bangsa yang tidak memiliki jiwa bangsawan.
Perpecahan itu dapat
dilihat dari keberhasilan kubu KIH dalam menduduki wilayah Eksekutif disatu
sisi dan kubu KMP pada wilayah Legislatif disisi yang lain mengakibatkan adanya
dua kemungkinan yang akan menghiasi perjalanan pemerintahan beberapa tahun
kedepan. Masnur Marzuki seorang pengamat Hukum Tata Negara dari Universitas
Islam Indonesia ketika menjadi pembicara dalam diskusi publik yang diadakan
oleh Himpunan Mahasiswa Islam (MPO) Komisariat Fakultas Hukum Universitas Islam
Indonesia pada tanggal 2 November 2014 lalu, mengatakan dua kemungkinan itu; pertama, positif, karena dengan adanya
kekuasaan KMP di Lembaga Legislatif dan KIH di Eksekutif pemerintah akan
mengundang munculnya check and balances yang
efektif diantara dua lembaga pemerintahan tersebut. Kemungkinan kedua, negatif, karena dengan adanya dua
kekuasaan dalam dua lembaga pemerintah yang berbeda akan berpeluang besar
terjadinya pertarungan sejati.
Sejauh ini kemungkinan
pertama belum tampak berperan aktif, namun kemungkinan kedua terlihat jelas
melingkari permasalahan dalam dua lembaga pemerintah Indonesia. Puncak dari
permasalahan itu terjadi dalam ruang lingkup parlemen. Dimana pengaruh
kekuasaan KMP berakibat buruk bagi kubu KIH yang menjadi minoritas dibangku
parlemen. Hal ini menjadi penyebab kubu KIH memboikot diri dari wilayah
kekuasaan KMP kemudian membentuk parlemen tandingan. Jelas kehadiran parlemen
tandingan yang ilegal (inkonstitusional) ini akan mengundang lahirnya kekacauan
politik, yang berakibat tidak efektifnya parlemen dalam menjalankan perannya
sebagai wakil jutaan kepala penduduk Republik di Kepulauan ini.
Berangkat dari realitas
diatas, menjadi suatu kewajiban bagi kalangan mahasiswa sebagai golongan ulil albab, orang-orang yang berada
diatas level intelektual untuk ambil bagian dalam mengatasi persoalan negeri. Hal
ini sesuai dengan empat konsep yang hidup dalam jiwa mahasiswa; sebagai agent of change, agent of social control, iron
stock dan sebagai Da’wah
kebaikan.
Mahasiswa seharusnya
segera mengambil tindakan agar persoalan-persoalan politik yang merugikan
bangsa dan negara ini dapat segera dirubah kearah yang semestinya sehingga para
wakil rakyat bisa menjalankan tugas-tugasnya dengan baik dan bijaksana.
Tindakan itu tidak akan berjalan jika tidak ada tekad dan managemen konflik
yang teratur dari kelompok mahasiswa sendiri. Disini dibutuhkan organisasi
pergerakan sebagai wadah bagi mahasiswa dalam menjalankan perannya yang tergambar
dalam empat konsep diatas. Tanpa organisasi pergerakan, mahasiswa ibaratkan seorang
yang ingin menggapai suatu tujuan ditempat nan jauh, namun ia tidak memiliki
kendaraan untuk menuju kesana. Oleh karena itu, antara mahasiswa dan organisasi
pergerakan harus menjadi kesatuan dalam satu
barisan kokoh untuk mengawasi serta mengkritisi setiap langkah dan kebijakan
pemerintah yang tidak lagi berdampak baik bagi kemajuan rakyat Indonesia.
Harapannya, mahasiswa
sebagai insan ulil albab yang juga
merupakan bagian dari masyarakat dengan level pemikiran berbeda dibanding
masyarakat biasa harus mau dan mampu turun dalam barisan terdepan menyadarkan
birokrat-birokrat yang sedang bermimpi dalam kehidupan kekanak-kanakan. Mahasiswa
jangan hanya tinggal diam dan duduk didalam ruang kuliah seperti halnya nonton
didepan televisi. Jika keadaannya seperti itu, maka wajar saja masyarakat
bangsa ini selalu terinjak dalam kemiskinan dan pembodohan para birokrat,
karena mahasiswanya saja yang dikenal melebihi kaum intelek hanya diam melihat
gajah dengan gajah yang bertarung, dan semut juga yang terinjak. Padahal,
mahasiswa harus segera membentuk kelompok yang kuat untuk membangunkan birokrat
bangsa sehingga terbangun dalam keadaan jiwa yang dewasa. Dengan jiwa
dewasa-lah para birokrat bangsa
ini dapat mengedepankan sikap profesionalitas. Mereka yang dipilih konstituen
dan rakyat harus bertanggungjawab dan menjalankan fungsi sesuai amanat Undang-undang
sehingga mampu menjalankan tugas, mengambil tindakan dan kebijakan yang
lebih baik untuk rakyat dan negara.
0 comments