ilustrasi gambar: google.com
Oleh: MHD. Zakiul Fikri
Pendidikan orang seorang berlaku didalam keluarga, sedangkan pendidikan sosial atau pendidikan kemasyarakatan adalah tugas perguruan. Namun teori ini tidak seluruhnya dapat dibenarkan. Sebab menurut keadaannya, alam keluarga adalah sebaik-baiknya tempat untuk melakukan pendidikan sosial.Bab I Pendidikan dan Kebudayaan
Kata ‘pendidikan’ dan
‘pengajaran’ sering sekali dipakai secara bersamaan, padahal kedua kata
tersebut memiliki makna yang tidaklah sama. Sebenarnya yang dinamakan ‘pengajaran’
(onderwijs) merupakan salah satu
bagian dari pendidikan. Sedangkan pendidikan dapat diartikan sebagai tuntunan
dalam hidup tumbuhnya anak-anak. Maksudnya, pendidikan yaitu: menuntun segala
kekutan kodrat yang ada pada anak-anak, agar mereka dapat mencapai keselamatan
dan kebahagiaan yang setinggi-tingginya baik bagi manusia maupun anggora
masyarakat. Dalam tuntunan ini, terdapat hubungan antara dasar (kekuatan
kodrat) dan keadaannya setiap anak yaitu adanya ‘konvergensi’. Artinya,
keduanya saling mempengaruhi, hingga garis dasar dan garis keadaan itu selalu
tarik-menarik dan akhirnya menjadi satu.
Mengenai dasar jiwa
yang dimiliki anak-anak itu, terdapat 3 (tiga) aliran yang berhubungan dengan
soal daya pendidikan. Pertama, anak
yang lahir seumpamakan sehelai kertas yang belum ditulis, sehingga pendidik
memiliki kekuasaan penuh untuk membentuk watak si anak. Kedua, aliran negatif, dimana anak terlahir sebagai sehelai kertas
yang telah ditulis, sehingga karakter anak seperti ini tidak mungkin lagi dapat
dirubah. Tugas pendidik hanya mengawasi supaya pengaruh-pengaruh jahat tidak
mendekati diri anak. Ketiga, teori
yang terkenal dengan sebutan convergentic-theorie.
Dimana anak terlahir dengan sehelai kertas yang telah ditulis penuh, namun
tulisan itu masih suram. Tugas pendidikanlah menebalkan tulisan-tulisan yang
baiknya. Sedangkan tulisan yang jahat dibiarkan saja, jika perlu hilang
sekalipun.
Setelah hampir tiga
setengah abad lamanya hidup terpecah bela dibawah penguasa asing, sudah
seharusnya Indonesia memperbaharui secara terpadu sistem pendidikan dan
pengajarannya. Hal ini perlu dilakukan, karena pendidikan dan pengajaran
merupakan usaha persiapan dan persediaan untuk segala kepentingan hidup
manusia, baik dalam hidup bermasyarakat maupun dalam hidup berbudaya.
Budaya biasa juga
disebut dengan kata kultur yang berasal dari bahasa latin colere, yang artinya menyusahkan, memelihara dan menjunjun tinggi
segala barang lahir dan benda batin. Kultur tidaklah sama dengan ‘peradaban’
yang selama ini sering kali disamakan. Sebab peradaban (beschaving) berarti kehalusan, artinya peradaban (beschaving) hanya pada kehalusan diluar
(adat sopan santun) saja, sedangkan isi dalamnya belum tentu halus, padahal
kata kultur tertuju pada kematangan atau kesempurnaan lahir dan bathin.
Pendidikan, yang terdapat dalam hidup segala makhluk disebut sebagai laku
kodrat (instinct), maka dalam hidup
manusia yang beradab bersifat usaha kebudayaan.
Bab
II Pendidikan Keluarga
Yang dinamakan keluarga
adalah berkumpulnya beberapa orang karena terikat oleh satu keturunan, kemudian
mereka berdiri sebagai satu gabungan, dan juga berkehendak bersama-sama
memperteguh gabungan itu untuk kemuliaan semua anggota.
Pendidikan orang
seorang berlaku didalam keluarga, sedangkan pendidikan sosial atau pendidikan
kemasyarakatan adalah tugas perguruan. Namun teori ini tidak seluruhnya dapat
dibenarkan. Sebab menurut keadaannya, alam keluarga adalah sebaik-baiknya
tempat untuk melakukan pendidikan sosial. Sehingga dapat dikatakan bahwa
keluarga merupakan tempat pendidikan yang sifat dan wujudnya lebih sempurna
dibandingkan pusat pendidikan lainnya, dalam rangka melangsungkan pendidikan ke
arah kecerdasan budi-pekerti (pembentukan watak individual) dan sebagai tempat
untuk mempersiapkan hidup dalam bermasyarakat. Selama rumah ‘sekolahan’, yang
hanya terfokus mendidik kecerdasan dan mencari pengetahuan (sistem pendidikan
barat), maka tidak khayal bahwa pendidikan sosial keadaannya terdesak (tidak
ada kesempatan secukupnya) dan terhambat tujuannya (intelektualisme acapkali
menentang kesosialan).
Alam keluarga merupakan
alam pendidikan pertama bagi setiap orang. Alasannya, pertama, pendidikan yang ada di keluarga bersifat pendidikan orang
tua. Orang tua berkedudukan sebagai guru (penuntun), pengajar, dan pemimpin
pekerjaan (pemberi contoh).
Kedua,
dalam keluarga, anak-anak dapat saing mendidik. Dalam ilmu pendidikan, saling
mendidik banyak sekali manfaatnya. Sangat jelas, betapa susahnya pendidikan
terhadap anak tunggal dalam hal ini.
Ketiga,
didalam keluarga, anak-anak dapat mendidik diri mereka sendiri. Mereka sering
mengalami kejadian yang bermacam-macam, sehingga dengan sendirinya mereka dapat
melakukan penddikan sendiri. Kedudukan anak-anak dalam kehidupan keluarga tidak
jauh berbeda dengan orang yang hidup dalam masyarakat.
Pengaruh kehidupan
keluarga terus menerus dialami oleh anak-anak, khususnya dalam gevoelige periode atau masa peka, yaitu
antara umur tiga setengah sampai tujuh tahun. Budi pekerti setiap orang selain
dipengaruhi pembawaannya, juga dipengaruhi pengalamannya pada masa peka. Proses
inilah yang menyebabkan para ahli ilmu jiwa, ilmu hayat dan ilmu anak-anak
(diantaranya Karl Groos, Hugo de Vries dan Montessori) menetapkan bahwa segala
pengalaman kanak-kanak dalam umur tiga setengah sampai tujuh tahun itu ikut
menjadi dasar jiwa yang tetap.
Bab
III Pendidikan Anak-anak
Sebelum Friedrich
Frobel memasukkan permainan anak-anak di dalam kindergarten, yang merupakan bagian penting dalam pendidikan
anak-anak dibawah umur tujuh tahun, sebenarya para ahli pendidikan juga
memberikan perhatian terhadap permainan anak-anak tersebut. Pokok dari
pendidikan ini ialah mengembalikan bentuk isi, dan pelaksanaan sistem
pendidikan kepada kodrat keadaan dalam umumnya dan kodrat tumbuh anak-anak pada
khususnya (petalozzi). Pelopor pembaharuan hidup (revolte), yakni Jean Jacques Rousseau, berkeinginan membebaskan
hidup manusia dari segala ikatan adat yang mati, ia juga dianggap sebagai pelopor
pendidikan merdeka. Salah satu tuntutan Rousseau ialah kemerdekaan jiwa
anak-anak, membebaskan mereka dari kekangan, dan mengemukakan kodrat hidup
anak-anak dan kodrat jiwa anak-anak. Itulah yang terkndung dalam bentuk dan isi
segala macam permainan anak-anak.
Dalam hidupnya
anak-anak, sering sekali tabiat jahat dan baik terlihat terang dan nyata. Sebabnya
tidak lain karena segala tabiat yang ada dalam jiwa manusia dewasa, juga sudah
ada dalam batin anak-anak, hanya saja anak-anak itu belum mempunyai zelfbeheersching yang cukup untuk
menahan hawa nafsunya, sehingga tabiat-tabiat itu acapkali terlahir dengan
leluasa. Hal ini jika tidak diperhatikan, akan tumbuh menjadi akar yang tetap
dalam jiwa anak, yang membuat mereka menilai kejahatan bukan suatu
permasalahan. Menurut hukum adat anak seperti ini merupakan orang yang medeplichtig, yaitu mengetahui kejahatan
tetapi membiarkannya, yang dalam ajaran Islam dinamakan melanggar wajib kifayah.
Oleh karena itu, watak
anak-anak seperti ini harus kita lawan sekuat tenaga, mereka harus disadarkan. Sebab
kalau tidak mereka akan tumbuh sebagai penyakit manusia yang meresahkan
masyarakat. Disinilah peran pendidikan sangat penting dalam membentuk manusia
yang baik.
0 comments