Menuju Manusia Merdeka 'ala' Ki Hadjar Dewantara

ilustrasi gambar: google.com
Pendidikan orang seorang berlaku didalam keluarga, sedangkan pendidikan sosial atau pendidikan kemasyarakatan adalah tugas perguruan. Namun teori ini tidak seluruhnya dapat dibenarkan. Sebab menurut keadaannya, alam keluarga adalah sebaik-baiknya tempat untuk melakukan pendidikan sosial.
Bab I Pendidikan dan Kebudayaan
Kata ‘pendidikan’ dan ‘pengajaran’ sering sekali dipakai secara bersamaan, padahal kedua kata tersebut memiliki makna yang tidaklah sama. Sebenarnya yang dinamakan ‘pengajaran’ (onderwijs) merupakan salah satu bagian dari pendidikan. Sedangkan pendidikan dapat diartikan sebagai tuntunan dalam hidup tumbuhnya anak-anak. Maksudnya, pendidikan yaitu: menuntun segala kekutan kodrat yang ada pada anak-anak, agar mereka dapat mencapai keselamatan dan kebahagiaan yang setinggi-tingginya baik bagi manusia maupun anggora masyarakat. Dalam tuntunan ini, terdapat hubungan antara dasar (kekuatan kodrat) dan keadaannya setiap anak yaitu adanya ‘konvergensi’. Artinya, keduanya saling mempengaruhi, hingga garis dasar dan garis keadaan itu selalu tarik-menarik dan akhirnya menjadi satu.
Mengenai dasar jiwa yang dimiliki anak-anak itu, terdapat 3 (tiga) aliran yang berhubungan dengan soal daya pendidikan. Pertama, anak yang lahir seumpamakan sehelai kertas yang belum ditulis, sehingga pendidik memiliki kekuasaan penuh untuk membentuk watak si anak. Kedua, aliran negatif, dimana anak terlahir sebagai sehelai kertas yang telah ditulis, sehingga karakter anak seperti ini tidak mungkin lagi dapat dirubah. Tugas pendidik hanya mengawasi supaya pengaruh-pengaruh jahat tidak mendekati diri anak. Ketiga, teori yang terkenal dengan sebutan convergentic-theorie. Dimana anak terlahir dengan sehelai kertas yang telah ditulis penuh, namun tulisan itu masih suram. Tugas pendidikanlah menebalkan tulisan-tulisan yang baiknya. Sedangkan tulisan yang jahat dibiarkan saja, jika perlu hilang sekalipun.
Setelah hampir tiga setengah abad lamanya hidup terpecah bela dibawah penguasa asing, sudah seharusnya Indonesia memperbaharui secara terpadu sistem pendidikan dan pengajarannya. Hal ini perlu dilakukan, karena pendidikan dan pengajaran merupakan usaha persiapan dan persediaan untuk segala kepentingan hidup manusia, baik dalam hidup bermasyarakat maupun dalam hidup berbudaya.
Budaya biasa juga disebut dengan kata kultur yang berasal dari bahasa latin colere, yang artinya menyusahkan, memelihara dan menjunjun tinggi segala barang lahir dan benda batin. Kultur tidaklah sama dengan ‘peradaban’ yang selama ini sering kali disamakan. Sebab peradaban (beschaving) berarti kehalusan, artinya peradaban (beschaving) hanya pada kehalusan diluar (adat sopan santun) saja, sedangkan isi dalamnya belum tentu halus, padahal kata kultur tertuju pada kematangan atau kesempurnaan lahir dan bathin. Pendidikan, yang terdapat dalam hidup segala makhluk disebut sebagai laku kodrat (instinct), maka dalam hidup manusia yang beradab bersifat usaha kebudayaan.

Bab II Pendidikan Keluarga
Yang dinamakan keluarga adalah berkumpulnya beberapa orang karena terikat oleh satu keturunan, kemudian mereka berdiri sebagai satu gabungan, dan juga berkehendak bersama-sama memperteguh gabungan itu untuk kemuliaan semua anggota.
Pendidikan orang seorang berlaku didalam keluarga, sedangkan pendidikan sosial atau pendidikan kemasyarakatan adalah tugas perguruan. Namun teori ini tidak seluruhnya dapat dibenarkan. Sebab menurut keadaannya, alam keluarga adalah sebaik-baiknya tempat untuk melakukan pendidikan sosial. Sehingga dapat dikatakan bahwa keluarga merupakan tempat pendidikan yang sifat dan wujudnya lebih sempurna dibandingkan pusat pendidikan lainnya, dalam rangka melangsungkan pendidikan ke arah kecerdasan budi-pekerti (pembentukan watak individual) dan sebagai tempat untuk mempersiapkan hidup dalam bermasyarakat. Selama rumah ‘sekolahan’, yang hanya terfokus mendidik kecerdasan dan mencari pengetahuan (sistem pendidikan barat), maka tidak khayal bahwa pendidikan sosial keadaannya terdesak (tidak ada kesempatan secukupnya) dan terhambat tujuannya (intelektualisme acapkali menentang kesosialan).
Alam keluarga merupakan alam pendidikan pertama bagi setiap orang. Alasannya, pertama, pendidikan yang ada di keluarga bersifat pendidikan orang tua. Orang tua berkedudukan sebagai guru (penuntun), pengajar, dan pemimpin pekerjaan (pemberi contoh).
Kedua, dalam keluarga, anak-anak dapat saing mendidik. Dalam ilmu pendidikan, saling mendidik banyak sekali manfaatnya. Sangat jelas, betapa susahnya pendidikan terhadap anak tunggal dalam hal ini.
Ketiga, didalam keluarga, anak-anak dapat mendidik diri mereka sendiri. Mereka sering mengalami kejadian yang bermacam-macam, sehingga dengan sendirinya mereka dapat melakukan penddikan sendiri. Kedudukan anak-anak dalam kehidupan keluarga tidak jauh berbeda dengan orang yang hidup dalam masyarakat.
Pengaruh kehidupan keluarga terus menerus dialami oleh anak-anak, khususnya dalam gevoelige periode atau masa peka, yaitu antara umur tiga setengah sampai tujuh tahun. Budi pekerti setiap orang selain dipengaruhi pembawaannya, juga dipengaruhi pengalamannya pada masa peka. Proses inilah yang menyebabkan para ahli ilmu jiwa, ilmu hayat dan ilmu anak-anak (diantaranya Karl Groos, Hugo de Vries dan Montessori) menetapkan bahwa segala pengalaman kanak-kanak dalam umur tiga setengah sampai tujuh tahun itu ikut menjadi dasar jiwa yang tetap.

Bab III Pendidikan Anak-anak
Sebelum Friedrich Frobel memasukkan permainan anak-anak di dalam kindergarten, yang merupakan bagian penting dalam pendidikan anak-anak dibawah umur tujuh tahun, sebenarya para ahli pendidikan juga memberikan perhatian terhadap permainan anak-anak tersebut. Pokok dari pendidikan ini ialah mengembalikan bentuk isi, dan pelaksanaan sistem pendidikan kepada kodrat keadaan dalam umumnya dan kodrat tumbuh anak-anak pada khususnya (petalozzi). Pelopor pembaharuan hidup (revolte), yakni Jean Jacques Rousseau, berkeinginan membebaskan hidup manusia dari segala ikatan adat yang mati, ia juga dianggap sebagai pelopor pendidikan merdeka. Salah satu tuntutan Rousseau ialah kemerdekaan jiwa anak-anak, membebaskan mereka dari kekangan, dan mengemukakan kodrat hidup anak-anak dan kodrat jiwa anak-anak. Itulah yang terkndung dalam bentuk dan isi segala macam permainan anak-anak.
Dalam hidupnya anak-anak, sering sekali tabiat jahat dan baik terlihat terang dan nyata. Sebabnya tidak lain karena segala tabiat yang ada dalam jiwa manusia dewasa, juga sudah ada dalam batin anak-anak, hanya saja anak-anak itu belum mempunyai zelfbeheersching yang cukup untuk menahan hawa nafsunya, sehingga tabiat-tabiat itu acapkali terlahir dengan leluasa. Hal ini jika tidak diperhatikan, akan tumbuh menjadi akar yang tetap dalam jiwa anak, yang membuat mereka menilai kejahatan bukan suatu permasalahan. Menurut hukum adat anak seperti ini merupakan orang yang medeplichtig, yaitu mengetahui kejahatan tetapi membiarkannya, yang dalam ajaran Islam dinamakan melanggar wajib kifayah.

Oleh karena itu, watak anak-anak seperti ini harus kita lawan sekuat tenaga, mereka harus disadarkan. Sebab kalau tidak mereka akan tumbuh sebagai penyakit manusia yang meresahkan masyarakat. Disinilah peran pendidikan sangat penting dalam membentuk manusia yang baik.

0 comments