Filsafat Agama: Wisata Pemikiran dan Kepercayaan Manusia

ilustrasi gambar: dokumentasi penulis


Oleh: MHD. Zakiul Fikri
Tuhan dan hubungan manusia dengan-Nya merupakan aspek metafisika, sedangkan manusia sebagai makhluk dan bagian dari benda alam termasuk dalam kategori fisika. Titik tekan filsafat agama lebih kepada metafisika ketimbang fisiknya.
Buku karya Prof Amsal Bakhtiar ini mencoba menjelaskan dengan ilmiah perkara-perkara metafisika dalam Islam, khususnya seuatu kajian yang berkaitan dengan objek Ketuhanan. Setidaknya, pembahasan ilmiah mengenai Tuhan dalam buku Filsafat Agama: Wisata Pemikiran dan Kepercayaan Manusia dibahas ke dalam lima bab pembahasan. Berikut ini pembahasannya,

Agama dan Filsafat
Filsafat, sebagai proses berpikir yang sistematis dan radikal juga memiliki objek material dan objek formal. Objek material filsafat adalah segala yang ada. Segala yang ada mencakup “ada yang tampak” dan “ada yang tidak tampak”. Ada yang tampak adalah alam fisik/empiris, sedangkan ada yang tidak tampak adalah alam metafisika. Objek formal filsafat adalah sudut pandang yang menyeluruh, rasional, radikal, bebas, dan objektif tentang yang ada, agar dapat mencapai hakikatnya.
Agama adalah suatu sistem kepercayaan kepada Tuhan yang dianut oleh sekelompok manusia dengan selalu mengadakan interaksi dengan-Nya. Pokok persoalan yang dibahas dalam agama adalah eksistensi Tuhan, manusia, dan hubungan antara manusia dengan Tuhan. Tuhan dan hubungan manusia dengan-Nya merupakan aspek metafisika, sedangkan manusia sebagai makhluk dan bagian dari benda alam termasuk dalam kategori fisika. Titik tekan filsafat agama lebih kepada metafisika ketimbang fisiknya.
Yang dimaksud dengan menyeluruh adalah usaha menjelaskan pokok-pokok ajaran agama secara umum, tidak mengenai agama tertentu saja. Pendekatan objektif adalah metode yang sesuai dengan realitas objektif dengan meminimalkan subjektivitas pembahas. Berpikir secara bebas dalam membahas dasar-dasar agama dapat mengambil dua bentuk, yaitu:
1.    Membahas dasar-dasar agama secara analitis dan kritis tanpa terikat pada ajaran-ajaran dan tanpa ada tujuan untuk menyatakan kebenaran suatu agama;
2.    Membahas dasar-dasar agama secara analitis dan kritis dengan maksud untuk menyatakan kebenaran ajaran-ajaran agama, atau sekurang-kurangnya untuk menjelaskan bahwa apa yang diajarkan agama tidak bertentangan dengan logika. Dalam pembahasan semacam ini orang masih terikat dengan agama.
Radikal berasal dari kata radix, berarti akar, dan biasanya akar menghujam dalam tanah. Dengan demikian, pembahasan yang radikal berarti pembahasan yang mendalam tentang sesuatu, sehingga sampai pada hakikat sesuatu itu. Filsafat agama pada hakikatnya adalah pembahasan yang mendalam tentang ajaran dasar agama. Ajaran dasar agama yang paling pokok adalah tantang Tuhan. Karena itu, Tuhan merupakan pembahasan pokok dalam filsafat agama.
Agama berasal dari bahsa Sanskrit. Ada yang berpendapat bahwa kata itu terdiri atas dua kata, a berarti tidak dan gam berarti pergi, jadi agama artinya tidak pergi; tetap di tempat; diwarisi turun-temurun. Kata al-din dalam bahasa Arab terdiri dari huruf dal, ya, dan nun. Bisa dibaca dain yang berarti utang dan dengan din yang berarti agama dan hari kiamat.

Perkembangan Konsep-Konsep Ketuhanan
Ada dua teori tentang perkembangan kepercayaan manusia. Yang pertama yaitu teori evolusi yang mengatakan bahwa kepercayaan manusia bergerak dari yang sangat sederhana menuju pada yang lebih tinggi. Teori kedua yaitu teori degradasi yang mengatakan bahwa kepercayaan manusia pada awalnya adalah monoteisme murni, tetapi karena perjalanan hidup manusia, maka kepercayaan tersebut menjadi kabur dan dimasuki oleh kepercayaan animisme dan politeisme.
a.    Animisme dan Dinamisme
Animisme berasal dari bahasa latin anima yang berarti jiwa atu roh. Bagi masyarakat primitif, semua alam dipenuhi oleh roh-roh yang tidak terhingga banyaknya, tidak saja manusia atau binatang, tetapi benda-benda yang tidak hidup juga memiliki roh. Masyarakat premitif beranggapan bahwa setiap roh memiliki kekuatan dan kehendak, kalau marah ia bisa membahayakan manusia. Karena itu, agar roh tidak marah maka diberikan sesajian berupa makanan atau memberikan kurban kepadanya. Disinilah roh mulai disembah, dengan demikian muncullah aliran kepercayaan dinamisme.
b.    Politeisme
Roh yang menjadi simbol penyembahan akhirnya diambil fungsinya dan diberi anama sesuai dengan fungsinya tersebut. Nama dari fungsi itu disebut dewa, seperti Agni adalah dewa api dan Adad adalah dewa hujan dalam kepercayaan masyarakat Babilonia. Ada dewa yang tugasnya menerangi alam, dinamakan dewa Ra dakan agama Mesir kuno. Ada dewa yang tugasnya menurunkan hijan disebut Indra dalam agama Veda dan Donnar dalam agama Jerman kuno. Ada pula dewa yang menetapkan nasib baik dan buruk bagi manusia disebut dewi Fortuna dalam agama Yunani kuno. Dalam politeisme ada beberapa dewa yang diakui sebagai dewa tertinggi di atas dewa-dewa yang lainnya. Problem dalam kepercayaan politesime terdapat pertentangan tugas antara satu dewa dengan dewa yang lainnya. Selain itu, ketika terjadi ketidak adilan atau bencana besar di dunia. Penganut politeisme bingung kepada siapa akan mengadu, sebab di atas sana ada banyak dewa yang sama-sama berkuasa.
c.    Henoteisme dan Monoteisme
Henoteisme monolatry adalah kepercayaan yang tidak menyangkal adanya Tuhan yang banyak, tetapi hanya mengakui satu Tuhan tunggal sebagai Tuhan yang disembah. Misalnya Zeus dalam agama Yunani Kuno atau Brahmana dalam agama Hindu. Monoteisme merupakan paham kepercayaan yang hanya mengakui hanya ada satu Tuhan tunggal.

Aliran-Aliran dalam Konsep Ketuhanan
a.    Teisme
Teisme berpendapat bahwa alam diciptakan oleh Tuhan yang Maha Sempurna, sehingga Tuhan dan makhluk sangat berbeda. Menurut teisme, Tuhan berada di alam (immanent) dan Dia juga jauh dari alam (transcendent). Dalam kata lain, Tuhan setelah menciptakan alam, tetap aktif dan memelihara alam. Dalam ajaran Islam tentang Tuhan transenden dan immanen dijelaskan dalam beberapa ayat, sepertin QS. Al-Ikhlas : 1, QS. Al-A’raf : 54, QS. Qaf : 16, dan QS. Yunus : 3. Lebih lanjut, teisme dalam Islam dijelaskan oleh al-Ghazali. Menurutnya, Allah adalah Zat yang Esa dan Pencipta alam serta berperan aktif dalam mengendalikan alam.
b.    Deisme
Menurut paham deisme Tuhan jauh dari alam. Tuhan menciptakan alam, setelah itu Ia tidak memerhatikan dan memelihara alam lagi. Paham ini muncul di abad ke-17 yang dipelopori oleh Newton (1642-1727). Menurutnya, Tuhan hanya pencipta alam dan jika ada kerusakan, alam tidak membutuhkan Tuhan untuk memperbaikinya karena alam lewat perkembangan ilmu pengetahuan sudah memiliki mekanisme sendiri untuk menjaga keseimbangan.
c.    Panteisme
Panteisme merupakan paham yang mempercayai bahwa seluruh alam semsta ini adalah Tuhan. Filosof modern yang memelopori panteisme adalah Benedict de spinoza, Victor Ferkiss dan Mary Long. Ferkiss adalah seorang ahli ekologi yang panteistik. Ia berpendapat bahwa agama harus direvitalisasi agar mampu mempertahankan kita dari ancaman kelangkaan sumber-sumber bumi. Alternatif yang paling cocok adalah ekoteologi, suatu pendekatan terhadap agama yang memulai dengan premis bahwa jagad raya adalah Tuhan.
d.    Panenteisme
Panenteisme berpandangan bahwa semua berada dalam Tuhan. Dalam pandangan panteisme ini Tuhan terdiri atas dua kutub. Kutub petensi, yaitu Tuhan yang abadi, tidak berubah, dan transenden. Dan kutub aktual, yaitu Tuhan yang berubah, tidak abadi, dan imanen.
  
Berbagai Bentuk Keraguan dan Penolakan Terhadap Agama
a.    Empirisme
David Hume adalah tokoh filsafat Barat yang mengembangkan filsafat empirisme Locke dan Berkley secara konsisten. Menurutnya, manusia tidak membawa pengetahuan bawaan dalam hidupnya. Sumber pengetahuan adalah pengamatan. Pengamatan memberikan dua hal, yaitu kesan-kesan (impressions) dan pengertian-pengertian atau ide-ide (ideas). Pengalaman lebih memberi keyakinan dibanding kesimpulan logika atau kemestian sebab akibat.
Akal, tulis Hume, tidak bisa bekerja tanpa bantuan pengalaman. Hume berkomentar, tidak ada bukti yang dapat dipakai untuk membuktikan bahwa Allah ada dan bahwa ia menyelenggarakan dunia. Juga tidak ada bukti bahwa jiwa tidak dapat mati. Dalam praktik orang-orang yang beragama selalu mengikuti ‘kepercayaan’, yang dianggap pasti, sedangkan akal tidak bisa membuktikannya. Agama berasal dari penghargaan dan ketakkuatan manusia terhadap tujuan hidupnya. Itulah yang menyebabkan manusia mengangkat berbagai dewa untuk disembah. Karena itu, semakin kita percaya kepada ilmu semakin tidak mampu kita ditipu oleh takhayul (The more we believe in science, the less we are likely to be deceived by superstition). Hume juga mengemukakan bahwa sumber utama agama adalah takhayul. Manusia menciptakan Tuhan-Tuhan sesuai dengan selera masing-masing.
b.    Positivisme
Positivisme menggabungkan antara pengalaman dan akal, pengalaman perlu untuk mengumpulkan data sebanyak mungkin agar akal mendapatkan suatu hukum yang bersifat universal. August Comte, tokoh potitivisme, membagi sejarah manusia menjadi tiga yaitu; tahap teolog, tahap metafisika, dan tahap positif. Pada tahp positif, yaitu ketika orang sadar tidak ada gunanya untuk berusaha mencapai pengenalan, baik teologis maupun metafisis. Tapi berusaha menemukan hukum-hukum kesamaan yang ada di belakang fakta lewat pengamatan dan akalnya. Tujuan tertinggi dari zaman ini akan tercapai bilamana segala gejala telah dapat disusun dan diatur di dalam satu fakta yang umum saja.
c.    Materialisme
Bibit materialisme bisa ditelusuri dari ajaran Demokritos tentang atom. Dalam teori atom, faktor eksternal itu tidak ada, yang ada adalah faktor internal, yaitu atom sendiri yang menggerakkan dirinya. Atom-atom tidak bisa berubah, abadi, dan mempunyai daya berat. Jadi, wujud yang hakiki menurut pandangan atomis adalah alam materi. Alam bergerak menurut hukum-hukum kepastian secara mekanis yang tidak pernah berubah.
d.    Freudianisme
Tokoh dalam aliran ini adalah Sigmund Freud, pandangannya tentang agama dapat ditemukan dalam tiga karyanya, yitu Totem and Taboo, The Future an Illusion, dan Moses and Monotheism. Manusia, menurut Sigmund Freud, pada hakikatnya merasa aman di kandungan ibunya (paradise). Setelah ia lahir, mulai merasakan kenyamanan tadi hilang (the lost of paradise) sehingga ia mulai terasing dan terpisah dari dunia yang nyaman. Dari sini muncul konflik dalam dirinya yaitu keinginan untuk hidup nyaman dan ketidakberdayaan untuk kembali pada dunia yang nyaman tersebut. Kemudian muncul kebimbangan (insecure). Kebimbangan ini mencari tempat yang aman, yaitu agama. Agamalah yang memberi alternatif untuk itu. Artinya, orang yang beragama sama dengan orang yang putus asa dan lari dari kenyataan untuk mencari perlindungan sebagaimana dia dalam kandungan. Dengan demikian bisa dikatakan orang yang beragama adalah lemah jiwanya karena dia tidak berani menghadapi tantangan hidup dan ingin hidup kembali seperti dalam perut ibunya. Jadi, Tuhan muncul karena kekcewaan dan ketidakberdayaan. Hal ini, menurut Freud, adalah gejala sakit jiwa.

Argumen-Argumen tentang Wujud Tuhan
a.    Argumen Ontologis
Argumen ini dipelopori oleh Plato. Menurutnya, tiap-tiap yang ada di alam ini mesti ada idenya. Yang dimaksud dengan ide ialah defenisi atau konsep universal dari tiap sesuatu. Ide-ide bukan berarti terpisah, tanpa ada hubungan antara yang satu dengan yang lainnya, tetapi semuanya bersatu dalam sebuah ide tertinggi yang diberi nama ide kebaikan atau the Absolute Good, yaitu yang Mutlak Baik. Yang Mutlak Baik itu juga disebut Tuhan. Al-Farabi, filsuf Islam, mengatakan wujud yang sempurna dan paling awal mau tidak mau harus berwujud. Sebab, esensi dan wujud-Nya tidak mungkin tidak ada sebagaimana yang tidak eksis memiliki ketidakwujudan.
b.    Argumen Kosmologis
Argumen ini berasal dari Aristoteles, murid Plato. Baginya tiap benda yang dapat ditangkap oleh panca indra mempunyai materi (matter) dan bentuk (form). Bentuklah yang membuat materi mempunyai bangunan atau rupa. Materi berubah, tetapi bentuk kekal. Oleh karena itu, materi disebut potensial dan bentuk aktualitas. Antara materi dan bentuk ada hubungan gerak. Yang menggerakkan adalah bentuk dan yang digerakkan adalah materi. Bentuk menggerakkan potensialitas untuk menjadi aktualitas. Al-Kindi, filsuf Islam, mengatakan bahwa alam ini diciptakan dan penciptanya adalah Allah.
c.    Argumen Teleologis
Argumen ini berpandangan bahwa alam ini beredar dan berevolusi bukan dengan cara kebetulan saja, tetapi beredar dan berevolusi kepada tujuan tertentu, yaitu kebaikan universal di bawah pimpinan manusia sebagai makhluk bermoral tinggi, mestilah ada suatu zat yang menentukan tujuan itu dan membuat alam ini beredar dan berevolusi ke arah itu. Zat inilah yang disebut Tuhan.
d.    Argumen Moral
Argumen moral mengungkapkan kalau manusia merasa bahwa dalam dirinya ada perintah mutlak untuk mengerjakan yang baik dan menjauhi yang buruk dan kalau perintah ini diperoleh bukan dari pengalaman tetapi telah terdapat dalam diri manusia, maka perintah ini mesti berasal dari suatu zat yang tahu akan baik dan buruk. Zat inilah yang disebut Tuhan.

1 comments